Hai, selamat malam kegelapan. Masihkah
kau menyimpan berjuta harapan? Atau justru kenangan yang kian diingat kian
menyakitkan?
Ah sudahlah, hidupmu terlalu sebentar
untuk mengurusi mantan. Walaupun benar adanya pelangi setelah hujan.
Apa kamu lupa? Ada pelangi karena
hujan?
Baiklah. Kalau begitu, terima kasih
mantan.
Berapa kali lagi aku harus meminta
maaf atas kebodohan mengingkari janjiku sendiri? Menghadirkanmu kembali sebagai
jiwa dalam tulisanku, adalah kesalahan terbesar kedua setelah pernah memilihmu
dan menjadikanmu satu-satunya.
Bagaimana kabarmu? Sampai mana penelitianmu?
Aku sudah memasuki fase dimana total pikiranku macet, halaman tak bertambah.
Tak inginkah kau melecut dirimu sendiri untuk berlomba lulus mendahuluiku? Setidaknya
keinginanmu untuk fokus ke masa depan sebagai alasan meninggalkanku membuahkan
hasil.
Bagaimana kabarmu? Bagimana dengan
perempuanmu saat ini?
Baik-baik sajakah? Atau, sedang dalam
masa diam, muntab, beradu dan berkecamuk dimana hubungan bergeser ke kurva
diambang kandas? Ah, semoga saja tidak. Semoga perjuangan hebatmu mendapatkannya
sampai menghancurkan hati anak orang tidak berakhir sia-sia. Semoga tetap manis
sama seperti saat kau memilihnya untuk meninggalkanku.
Perempuanmu cantik; begitu.
Dibandingkan aku yang begitu terlihat berantakan di pantulan cermin. Tapi
setidaknya dia pernah mendengar kau memanggilnya ‘cantik’.
Apakah cantiknya bisa membuatmu
tertawa seperti saat kau mengantarkanku pada keberangkatan terakhir di stasiun?
Atau kau juga melakukan hal yang sama mengusap kaki lukanya didepan umum
seperti yang kau lakukan padaku waktu itu? Atau, dia sama sumringahnya begitu
melihat tanda kehadiranmu?
Entahlah, otakku benar-benar memaksaku untuk memutar ke halaman belakang lebih jauh lagi. walau naluri berkata; aku tak akan peduli lagi.
Sepeninggalanmu memang meninggalkan
cacat yang luar biasa untukku. Sempat menghancurkan, bahkan remuk aku kala itu.
Tapi Sungguh guyonan Tuhan yang maha dahsyat, mengirimkan sosokmu untuk memberi
pelajaran bagiku.
Belajar untuk apa? Belajar untuk
memperbaiki diri, untuk bersiap menerima takdir yang jauh lebih baik darimu.
Mungkin jiwamu mengatakan aku masih
mencintaimu; atau bahkan aku tak ada yang mau. Itulah sebab aku masih sendiri.
Tapi ternyata jiwamu lelah, piknikmu kurang jauh pulangmu kurang malam. Mantan,
seandainya kamu tau; kalau bukan karena ketulusan akan keinginan yang luar
biasa untuk memperbaiki diri, mungkin bisa saja kala itu aku menduakan atau
bahkan mentigakan cintamu. :’)
Lukisan tuhan yang cerah waktu itu
memang sempat terbakar api, dan hujan
memadamkan semuanya. Hujan memang menghancurkan, melumpuhkan, bahkan meluluhlantakkan
segala yang ada; yang telah terjadi. Walau setelahnya hanyut bersama segala
luruhan yang dibuatnya. Namun yang perlu kamu tau adalah Lukisan Tuhan yang
tercipta dalam bentuk lain, yang jauh lebih indah sebagai kompensasi segala
kejadian sebelumnya; Pelangi.
Pelangi itu tersenyum. Sesekali bersuara
walau tak mampu lagi berbicara :’)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar