Hari
ini, entah kekuatan dari mana saya mulai berani memposting hal yang sebenarnya
sudah ingin diceritakan secara fiktif.
Saya terlalu pengecut untuk menuliskan dalam bentuk nyata. Tapi bukankah
sejarah selalu dituliskan oleh pemenang?
Dua
bulan, Tiga bulan, hingga delapan bulan!
Saya
masih belum bisa melihat bawasanya dunia itu terang. Seperti semua tertutup
matahari yang tenggelam dan lupa untuk terbit lagi. Pasca putus dengan mantan
kekasih beberapa waktu lalu memang menyisakan satu-dua goresan dan sempat
membuat saya tidak pernah percaya dengan yang namanya cinta. Ketika seseorang bilang, bawasanya untuk
melupakan yang lama memang butuh sosok pengganti yang baru. Bahkan, satu bulan
pasca putus sempat ada seseorang yang meminta saya untuk menjadi kekasihnya pun
tak ada greget untuk bisa menerimanya. Ternyata hati masih sebegitu rapatnya.
Lalu,
ketika Tuhan mengirimkan sosok lelaki kembali. Mungkin saat itu Tuhan hanya
ingin menyadarkanku betapa masih banyak yang lebih baik diluar sana. Apa daya?
Waktu itu hati masih benar-benar tertutup rapat. Ibarat pernah dikunci lalu
pemiliknya pergi dan lupa untuk mengembalikannya. Saya menjalin hubungan tanpa status hingga
kurang-lebih enam bulan. YA! ENAM BULAN DAN TIDAK ADA KEJELASAN?
Wait,
what? Should I stop counting?
Bukan
dia yang salah. Karena ada masanya saya sudah terlalu menikmati kesendirian
hingga akhirnya tidak lagi menginginkan sebuah status. Maaf, waktu itu saya yang pergi. Karena
tersadar bawasanya bukan saya perempuan yang pantas untuk kamu miliki.
Guyonan Tuhan tak sampai disini
saja. Lalu, seorang lelaki yang umurnya terpaut lima tahun diatasku sempat
menjadi penghuni lobus hepar selama beberapa waktu. Ya, beberapa waktu saja. Sebab
ternyata lelaki itu hanya datang untuk pergi, bukan untuk tetap tinggal. Tapi
ternyata Tuhan mempunyai selera humor yang awesome. Hingga saat ini masih terus
mengajakku bermain teka-teki tentang jodoh dan saya selalu saja salah.
Baiklah, lelaki itu benar-benar pergi.
Dan saya tidak akan memintanya untuk kembali.
12345asdfghjklxxx hari tanpa cinta
Semacam kehilangan selera untuk kembali
mencinta
Sebab, resiko terbesar mencinta adalah
kecewa
( @alveeolus )
Hingga suatu ketika, entah lelucon Tuhan
yang mana lagi. Saya bertemu dengan seorang lelaki. Saya tak pernah menyangka
pada bahunya-lah akhirnya akan bersandar. Semuanya. Ya, semuanya. Jiwa, raga,
pikiran, hati dan keyakinan untuk menua bersama.
Perkenalkan, lelaki ini adalah semestaku.
Saya sendiri tak pernah menyangka
bawasanya lelaki inilah yang justru mengubah seluruh pandangan saya mengenai
cinta. Sempat saya takut jatuh cinta hanya karena takut kecewa. Saya memang
pengecut untuk itu.. Tapi lelaki ini berhasil membuatku kembali berani mencinta
dengan segala resiko, termasuk kalau harus kecewa untuk kemudian hari.
Mungkin cara saya mencintainya bisa
dikatakan basi. Dan bukan basi lagi, mungkin lebih dari basi. Tapi ketahuilah,
setiap orang memiliki cara mencinta yang berbeda-beda.
Awal menjalin hubungan dengannya memang
sempat membuat saya ragu dan berpikir berulang-ulang. Bagaimana bisa saya
mencintai dan memiliki keputusan sebesar ini untuk menjadikannya teman hidup
mengingat baru ada hitungan jari kami kenal. Saya sempat menyangka bawasanya
perasaan ini hanya perasaan jatuh cinta sesaat.
Tapi ternyata saya salah. Melihat
keseriusannya untuk menjalani hidup berdua, menjadikanku prioritas, dan
menjadikanku alasannya untuk berjuang memang membuat saya mulai berpikir
berulang-ulang untuk sekedar bermain cinta. Ya, memang. He’s not perfect, but he’s all I want. Karena bagi saya, cinta
adalah bukan tentang seberapa lama kamu mengenalnya, tapi seberapa banyak dia
membuatmu nyaman dan bersedia menjagamu, memastikanmu selalu dalam keadaan baik-baik saja.
Hubungan kami memang belum seberapa. Saya
belum seberjuang teman-teman yang sudah menjalani hubungan berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun hingga dijenjang pernikahan. Tapi saya percaya, suatu
saat kami akan sama-sama berjuang, memperjuangkan
apa yang pantas untuk diperjuangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar