Sabtu, 27 Februari 2016

#30HariMenulisSuratCinta - Ibu, aku rindu

Selamat pagi, Ibu! Anak perempuanmu rindu.

Ah, terimakasih semesta telah mengizinkan menemui pagi dimana saya mendengar teriakan Ibu untuk bangun. Maafkan saya yang selama ini lalai, terlalu sibuk mengejar gelar hingga akhirnya sekedar menanyakan kabarpun menjadi hal yang langka. Iya, langka.

Rumah pagi ini selalu menyisakan aroma yang khas. Seperti kebanyakan orang pada umumnya begitu satu jengkal melangkah akan mencium bau obat. Bahkan,orang keluar-masuk berobat dengan segala diagnosis dan prognosis pun sudah menjadi makananku sehari-hari. Rumah yang selalu memiliki alasan untukku berpulang.

Tuhan, entah sudah seberapa banyak nikmat yang Kau beri sementara aku sendiri ingkar. Kau tau dua perempuan yang selalu dan selalu aku rindukan bukan, Tuhan? Iya. Dua perempuan itu adalah semangat terbesarku. Kesabaran yang begitu luas tak terbatas ruang yang selalu membuatku berdecak kagum.  Aku yakin,bahkan doa-doa mereka ada pada setiap tetesan darah di nadiku.

Ah, maaf saya tidak bisa menyembunyikan air mata diatas kerinduan yang teramat rindu ini.

Tuhan, terimakasih telah menciptakan kesempurnaan pada kedua perempuanku. Kau tau aku begitu mengagumi kedua Ibuku. Aku ingin sesempurna mereka, Tuhan. Supaya kelak aku bisa tersenyum melihat gadis kecilku menuliskan hal yang sama. Walaupun aku tau, tak akan ada kata sempurna untuk sosok sepertiku.

Tidak, aku tidak akan menjadi sempurna. Mana ada kata sempurna jika penyakit itu masih saja membuat ginjalku harus bekerja lebih berat, aku bahkan harus selektif memilih obat agar tidak memperparah dari kerewelan gasterku, aku harus sedia obat dimusim-musim seperti ini untuk menangulangi hipersesitivitaku. Tak mengapa, saya selalu percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini, sekecil apapun itu, akan selalu memiliki alasan.

Kedua Ibuku, ya keduanya. Ibu yang melahirkanku dan ibu yang melahirkan kekasihku. Aku tau, benar adanya Tuhan selalu mengirimkan penyembuh-penyembuh luka yang tak pernah kuduga.

Ibu Elfa, Ibu kekasihku. Tuhan pun tau, beliau adalah sebenar-benarnya Ibu. Kesabaran dan kelembutan hatinya adalah cermin betapa Tuhan takakan pernah salah mengirimkan sosok seperti beliau untukku. Ibu, aku rindu. Andaikan Jogja-Manna laksana Jakal-Gejayan ya, Ibu.

 Ibuku yang selalu mengusapku tatkala bangun, mencium keningku seraya berkata "anak Ibu cantik, yang sehat ya nak". Aku tau, betapa hasil laboratorium mengenai urologiku benar-benar membuat hatinya hancur. Sebagai orang yang paham dari etiologi sampai komplikasinya, Ibu selalu mengkhawatirkan keadaanku. Ibu, aku janji. Seberat apapun terapinya nanti, aku takakan membiarkan ginjalku rewel dan berakhir kegagalan. Aku janji, Ibu.

Tuhan sayang, semoga Kau tak akan jenuh mendengar segala permintaan-permintaan saya. Saya percaya Kau begitu menyayangi kedua perempuanku. Kau begitu maha Derma. Tolong jangan hapus kesempurnaan dalam jiwa mereka. Beri yang terbaik diantara mereka, sekecil apapun itu. Hapus segala air mata dan jadikan segala kesedihan diantara mereka sebagai penggugur dosa.

Tuhan, tolong rengkuh tanganku dan peluk kedua Ibuku sebagai terapi dari segala kerinduanku.






Minggu, 21 Februari 2016

#30HariMenulisSuratCinta - Untuk Perempuan Yang Tak Lagi Dalam Pelukan



Semesta, tolong sekali sampaikan sejuta segala permintaan maaf saya untuknya. Untuk perempuan yang tak lagi dalam pelukan. 

Enam batang rokok sudah lenyap dalam hitungan jam. Dua cangkir kopi hitam yang semakin kuseduh semakin pahit; realita hidup yang seberapapun kau berusaha membuatnya manis. Jika semesta berkehendak tetap saja akan menjadi pahit. Mungkin, akan lebih pahit.

Aku kembali menyalakan laptop. Aku tidak bermaksud mengerjakan hal apapun untuk urusan kuliahku. Mengingat semuanya sudah selesai, tinggal menunggu waktuku wisuda. Aku hanya ingin membuka folder-folder lamaku. Sedikit mengingat masa dimana aku belum bersahabat dengan sampoerna dan kenal dengan whiskey.

Perempuan itu …

Tiba-tiba saja wajah ayunya muncul tanpa harus kuperintah. Aku ingat, itu foto di salah satu di photobox di mall yang terkenal di kota perantauanku. Tubuhnya yang ramping dengan kulit kuning yang nyata sekali wajah ‘kejawen’ nya.

Aku menghela nafas sesaat, lalu tersenyum.

Seandainya saja aku tidak bodoh. Mungkin perempuan itu masih akan tetap berada di pelukanku hingga saat ini. Mungkin aku masih menyematkan rambut panjang kecoklatan itu dibalik telinganya. Aku tidak akan kecewa melihat namanya dalam secarik undangan yang sengaja diberikan pada temanku yang juga temannya.

Aku mengingat dua setengah tahun silam. Perempuan tak berdosa itu kutinggalkan begitu saja. Aku heran, terbentur sekeras apa kepalaku ini hingga lupa aku pernah sebegitu memaki-maki dan mengumpat perempuan yang pada akhirnya kukorbankan perasaan perempuan lain demi menyandingnya.

Perempuan itu kuat. Awalnya, dia bertahan dibalik kecenderunganku untuk mendua. Bahkan dia rela melepasku demi berbahagia. Walaupun aku tau, betapa tersiksanya dia setelah kutinggalkan begitu saja.

Namun, pada akhirnya belum genap satu minggu yang lalu. Perempuan yang kupertahankan mati-matian hingga harus kulukai anak orang, pergi. Dia memilih untuk berbahagia bersama lelaki yang jauh lebih mapan dari segi manapun ketimbang aku.

Jujur, semesta. Aku sakit. Aku hancur saat ini. Aku sakit melihat orang yang ku perjuangkan justru menikam. Dan aku lebih hancur, melihat perempuan yang pernah kubuat derai air matanya lalu kini telah berbahagia dengan lelaki yang jauh lebih baik ketimbang aku.

Sekali lagi, tolong semesta. Tolong sampaikan perminta maafku untuknya. Selipkan pula doa berbahagia untuk perempuan yang tampak lebih cantik pada foto preweddingnya. Sampaikan salam pada perempuan yang tak lagi dalam pelukan …
 


Kamis, 18 Februari 2016

#30HariMenulisSuratCinta - Kutulis Surat Lagi



Akhirnya, aku bersua kembali dengan keyboard yang beberapa waktu ini memanggil-manggil minta lagi untuk dicumbui. Baru tersadar, baru satu surat aku buat dalam februari taun ini. Bukan karena aku kehilangan jiwa-jiwa dalam tulisanku, bukan.
 Beberapa waktu lalu aku terlalu sibuk dengan dunia nyata. Mengingat kekasihku yang sempat bedrest dan opname selama semingguan, ujian blok sampai osce yang membuatku tak sempat lagi menulis surat.

Dan surat cinta kali ini masih teruntuk orang yang sama. Pemilik senyum yang nyaris menenggelamkan bola matanya saat tertawa dan selalu membuatku merasa di surga.

Bismillahirohmanirrahim
Salam dan kebahagiaan karena bertemu pemilikku, lelaki yang tulang rusuknya hilang satu.

By the way, aku ngetik ini sambil senyum-senyum lho :’)

Kenalin, aku Alvi. Tapi dari SMA biasa dipanggil Ve, bahkan Phe. Tak apa, kamu pun bebas memanggilku siapa. Alvi, Rizka, Ve, Phe, Adek, Sayang, Cinta, Mama (?) haha canda. Aku kecil, pendek, kucel, tapi kata orang aku memiliki dagu yang panjang dan bentuk wajah yang menyenangkan. Wkwkwk :p

Kita kenal secara sengaja atau kebetulan sih? Kamu orang yang memang selama ini jadi perbincanganku dengan Tuhan atau bahkan orang yang sama sekali tak pernah aku pikirkan?

Aku nulis ini di dini hari loh, tepat bagian aku rindu serindu-rindunya. Di kamar aku, sendirian sambil ngeliatin foto cowok yang baik banget, senyumnya manis lho. Wkwkwk jangan cemburu ya :’))

Jujur, sekarang aku masih tercatat sebagai mahasiswi kedokteran yang masih menjalani skripsi. Aku bukan mahasiswi pinter lho, so far IPK aku naik turun kayak kurs mata uang asing. Bahkan remed dan inhal udah jadi makanan sehari-hari. 

Aku bukan perempuan yang cantik, stylish, fashionable, dan pinter dandan kayak mantan-mantan kamu. Aku bukan perempuan yang selalu bisa kontrol emosi. Aku juga sholatnya masih bolong-bolong dan kadang masih susah punya jiwa yang gampang buat dipimpin.

Kamu kecewa nggak baca yang ini?
Tapi, Inshaallah mulai sekarang aku terus perbaiki diri dan akan ubah semuanya jadi lebih baik karena Allah dan buat kamu.

Pas kamu selesei sholat doain aku lancar skripsian ya, Inshaallah tahun ini aku wisuda. Doain juga biar ntar aku bisa jadi dokter yang bermanfaat buat orang lain sekaligus jadi istri yang baik buat kamu. Sebelum nikah kita taaruf dulu yaa walaupun mungkin sebelumnya kita sempat pacaran. Wkwkwk

Kita ntar nikahnya nyewa gor deket rumah aja kamu mau nggak? Mengingat aku masih tinggal di rumah dinas yang minim lahan untuk berpesta. Atau mau di ballroom hotel nikahnya? Atau mau garden party? Aku gimana kamunya aja sayang.

Ntar pas kita udah nikah dan kita lagi marahan, kamu peluk aku ya? Sebab yang ku tau pelukmu begitu mendamaikan. Nanti pun kalau aku bikin salah dan kecewa, kamu langsung ngomong ke aku ya. Aku nggak mau kamu sedih di belakang aku. Pokoknya, kalau kita ada masalah, kita selesein pake caranya Rasulullah SAW ya.

Nanti juga kalau aku lagi hamil aku bersyukur banget, aku pengennya anak pertama kita itu cowok. Biar kelak bisa lindungin adek-adeknya. Bilang sama Ibumu, jangan khawatir perkara cucu. Mau minta seberapa juga itu perkara yang tak susah. Kita kasih Ibumu dan Ibuku cucu yang pintar dan lucu-lucu. Aku juga berusaha buat nggak rewel, buat nggak ngidam yang aneh-aneh biar nggak nyusahin kamu dan kamu tetap bisa fokus sama kerjaanmu.

Ntar, kita sholat berjamaah ya, selesai sholat aku cium tangan kamu, kamu cium kening aku. Gini aja udah indah banget, gimana ntar di surga ya sayang.

Doain aku biar bisa terus memantaskan diri menjadi orang yang pantas kamu sanding nantinya. Pantas menjadi Ibu bagi anak-anakmu dan pantas jadi menantu buat Ibu kamu. Sejauh ini aku masih belajar banyak buat masak, biar ntar kamu dan anak-anak betah di rumah. Aku juga masih belajar nyuci yang bener, biar kamu dan anak-anak selalu terlihat rapi. Belajar membersihkan dan menata ruangan, biar nanti pas kamu pulang kerja kamu nggak akan tambah capek karena melihat rumah yang kotor dan berantakan. Belajar menjadi dokter yang selalu siap siaga memberi pertolongan pertama saat keluarga kita sakit.

Aku nggak nuntut kamu pinter cari uang, kamu kasih barang-barang mewah dan mahal, ataupun hal-hal lainnya. Karena kewajiban mendampingi dan mendukung segala yang menjadi prioritas dan cita-citamu adalah kewajibanku. Jadi yang wajib ngasih support untuk suksesmu ya aku, kewajiban dukung segala hal yang menjadi tanggung jawabmu ya kewajibanku.

Tapi aku yakin kok kamu itu suami yang pinter agamanya, suami dan juga ayah yang bisa bikin aku dan anak kita selalu bangga punya kamu. Kita syukuri dan terima apa yang Allah takdirkan buat kita ya, ingetin aku kalau aku lupa bersyukur. Tegur aku jika aku memang bersalah. Lalui dari awal kita membuat komitmen sampai maut memisahkan kita. Niatin kita nikah karena Allah biar kita bahagia dunia akhirat.

Sayang, aku udah janji mau ngirim link blog ini kepada orang yang tertuju dalam surat ini.  Allah Always have good plans for us. Don’t Worry.


Perempuanmu, -AV