Mas, Aku sudah tidak
lagi menulisnya pada dini hari. Sebisa mungkin aku menjauhinya. Kamu tau? Dini
hari memang pemilikku; tapi ia seperti simalakama. Terus memaksaku membuka mata
hingga sleep disorder membunuhku perlahan.
Untukmu,
Mas.
Ini
sudah genap 4 hari dan senyum bahkan tawa lepasmu tak lagi muncul di depan
mataku.
Selama
genap 4 hari itu pun, aku lebih rajin memandangi layar gadged. Tertawa bahkan
rela membalas satu-dua kecupan dari
suaramu di seberang sana.
Asal
kamu tau, namamu adalah pengharapanku dalam kehadiranmu yang tak lagi sekedar
bunga tidur.
Mas,
bolehkah aku menamaimu semestaku? Kalaupun tak boleh, tak apa.
Tak
apa...
Aku
tak akan bosan terus-menerus mengulang rekaman malam itu. Malam dimana kamu
memintaku untuk menjadi kekasihmu. Secepat itu? Ya. Mengingat baru tiga minggu
kita mulai bercakap, lalu dua hari yang lalu kita bertemu untuk pertama kali. Lalu
keyakinan dari mana lagi? Aku menerimamu secepat itu. Semestaku, maaf kamu adalah kiriman Tuhan yang mampu mengubah segala pola pikirku tentang cinta waktu itu. Terimakasih, kau telah meyakinkanku untuk jatuh cinta kembali !
Ajaibnya, hanya dengan tetapan mata dan segala keyakinan yang perlahan muncul itu membuatku seperti mendapat kekuatan baru. Aku memutuskan untuk menjadikanmu teman hidupku. Entah sementara; atau bahkan selamanya.
Ajaibnya, hanya dengan tetapan mata dan segala keyakinan yang perlahan muncul itu membuatku seperti mendapat kekuatan baru. Aku memutuskan untuk menjadikanmu teman hidupku. Entah sementara; atau bahkan selamanya.
Mas,
semoga kamu mengerti. Bawasanya, mencintaimu adalah hal benar yang pernah
kulakukan.
Mas,
Jika
benar adanya tulisan pencerita itu adalah sebuah doa dan Tuhan maha pengabul
semua doa. Boleh aku berdoa untukmu melalui tulisan ini?
Aku
ingin kamu baik-baik saja. Hiduplah dengan baik, Mas. Tetaplah tersenyum dan
tetaplah seperti ini, mencintaiku tiada henti. Seberapapun berat bebanmu, aku
percaya kamu adalah lelaki terkuat kedua yang kutemui setelah ayahku.
Kita akan tetap seperti ini; berjalan
beriringan menuju hal terindah yang selalu menjadi percakapan dengan Tuhan.
Betapa aku merasakan sekian waktu rindu yang tak bertuan, lalu kini untukmu lah rindu
ini kutujukan.
Ditulis dengan segenap kerinduan
Pada bahagiaku dalam raga yang berbeda
Kamu ..
.