Jumat, 25 September 2015

Rindu Mana Yang Tak Menyedihkan ?

Mas, Aku sudah tidak lagi menulisnya pada dini hari. Sebisa mungkin aku menjauhinya. Kamu tau? Dini hari memang pemilikku; tapi ia seperti simalakama. Terus memaksaku membuka mata hingga sleep disorder membunuhku perlahan.

Untukmu, Mas.
Ini sudah genap 4 hari dan senyum bahkan tawa lepasmu tak lagi muncul di depan mataku.
Selama genap 4 hari itu pun, aku lebih rajin memandangi layar gadged. Tertawa bahkan rela membalas  satu-dua kecupan dari suaramu di seberang sana.

Asal kamu tau, namamu adalah pengharapanku dalam kehadiranmu yang tak lagi sekedar bunga tidur.  

Mas, bolehkah aku menamaimu semestaku? Kalaupun tak boleh, tak apa.

Tak apa...

Aku tak akan bosan terus-menerus mengulang rekaman malam itu. Malam dimana kamu memintaku untuk menjadi kekasihmu. Secepat itu? Ya. Mengingat baru tiga minggu kita mulai bercakap, lalu dua hari yang lalu kita bertemu untuk pertama kali. Lalu keyakinan dari mana lagi? Aku menerimamu secepat itu. Semestaku, maaf kamu adalah kiriman Tuhan yang mampu mengubah segala pola pikirku tentang cinta waktu itu. Terimakasih, kau telah meyakinkanku untuk jatuh cinta kembali ! 

Ajaibnya, hanya dengan tetapan mata dan segala keyakinan yang perlahan muncul itu membuatku seperti mendapat kekuatan baru. Aku memutuskan untuk menjadikanmu teman hidupku. Entah sementara; atau bahkan selamanya.

Mas, semoga kamu mengerti. Bawasanya, mencintaimu adalah hal benar yang pernah kulakukan.

Mas,
Jika benar adanya tulisan pencerita itu adalah sebuah doa dan Tuhan maha pengabul semua doa. Boleh aku berdoa untukmu melalui tulisan ini?
Aku ingin kamu baik-baik saja. Hiduplah dengan baik, Mas. Tetaplah tersenyum dan tetaplah seperti ini, mencintaiku tiada henti. Seberapapun berat bebanmu, aku percaya kamu adalah lelaki terkuat kedua yang kutemui setelah ayahku.


Kita akan tetap seperti ini; berjalan beriringan menuju hal terindah yang selalu menjadi percakapan dengan Tuhan. Betapa aku merasakan sekian waktu rindu yang tak bertuan, lalu kini untukmu lah rindu ini kutujukan.


Ditulis dengan segenap kerinduan
Pada bahagiaku dalam raga yang berbeda
Kamu ..

.

Minggu, 13 September 2015

Tangga Nada ke-empat ...


Ada seorang lelaki. Ia sudah seperti temanku sendiri. Setiap hari tak pernah absen menemaniku; sekedar menanyakan sedang apa hingga memastikan keadaanku baik-baik saja. 

Hai, lelaki itu, kamu ...

Perkenalkan, namaku av. Dan aku adalah pecandumu sejak saat itu. Sejak jiwamu hadir menemani dan memberiku semangat disini. Sejak kulihat tatapan beberapa detik lalu. Aku senang dan selalu menantikan kehadiranmu walau hanya dalam bentuk kata sekalipun. 

Dan hari ini ingin sekali kutuliskan sesuatu tentangmu.

Tapi maaf, jika nanti tulisan tentangmu ini justru hanya akan membuatmu bosan; apatis; kemudian jijik. Tapi sesungguhnya aku tak pernah bosan jika harus menuliskan sesuatu tentangmu berulang-ulang, terus menerus tanpa jeda. Bahkan mengalahkan rasa ketakutanku jika suatu saat kau baca, lantas membuatmu mati rasa. Lalu mengumpatku “ih apa-apaan sih ini anak…”
 
Lagi-lagi aku menulisnya pada dini hari. 02:00 adalah kepemilikanku, untuk bergelut dengan malam dan detakan waktu. Tepat beberapa menit setelah tawamu menghiasi malamku. Selain pada suara yang hanya terdengar jelas atas bantuan signal; juga pada senyuman laksana senyata-nyatanya surga. 

Tentangmu beberapa detik yang lalu
Hari ini kau benar-benar kuundang menjadi jiwa dalam tulisanku seperti yang pernah kukatakan beberapa waktu lalu. Kau tau? Betapa duduk disebelahmu, memandang tawa bahagiamu adalah satu dari sekian pengaminan yang pernah kurapalkan pada Tuhan.  Atau kehadiran yang sebatas cacahan kata kini benar-benar nyata. 
Detik-detik yang lalu benar-benar berhasil mengubah seluruh pandanganku tentangmu. Yang kupikir kau dingin dan menyebalkan ternyata justru lebih dari menyenangkan. 

Dan kau benar-benar menjadi seseorang yang membuatku kecanduan sampai overdosis dan tak ingin disembuhkan.

Terimakasih mas, you can made my day. Walau aku tau, kesalahan  terbesarku adalah terlalu cepat menjadikanmu pecanduku.


Selasa, 08 September 2015

Lelakiku …




Entah aku sudah menulisnya berapa kali, tapi rasanya tak pernah bosan berulang-ulang menulis sebuah kerinduan untuknya. Ya, lelaki yang menjadi alasanku berpulang dan selalu merindukan segala raut bahagianya.

Lelaki separuh baya dengan semangat yang hampir tak ada habisnya. Tak peduli langkah yang semakin tersenggal termakan usia. Lelaki yang rela melakukan apa saja demi melihatku tumbuh berbagia. Lelaki yang tak akan pernah rela melihatku menitikkan air mata setetes pun.

Lelaki yang hampir menghabiskan seluruh waktunya di depan layar. Barang kali satu-dua jam berkumpul bersama keluarganya adalah harta yang tak akan pernah ternilai olehnya. Mata sayu dan secangkir kopi hitam yang selalu menemani setiap tuntutan adalah bukti betapa besar tanggung jawab yang dipikulnya. Yang ku tau, tak pernah ada satu kalimat mengeluh pun keluar dari bibir sucinya. Seberapapun ingin; seberapapun menahan.

Lelaki itu sangat mencintaiku, perempuan kedua setelah ibuku. Penyemangat langkahku dan penyempurna segala tawaku. Seberapapun kekurangan dan segala kenakalanku adalah cerminan betapa kuat untuknya bersabar menghadapiku. Lelaki yang rela menjatuhkan gengsi demi gengsi untuk sekedar menanyakan kabarku, saat aku berada jauh di perantauan. Lelaki yang tak pernah lelah memberiku segala nasehat. Lelaki yang rela memberikan segala yang kupinta. Lelaki yang rela meneteskan seluruh keringatnya untukku.


Dan jika nanti aku diberi kesempatan untuk membahagiakan, maka beliau lah yang akan kubahagiakan.

Senin, 07 September 2015

#30HariKotakuBercerita - Tentang Pakuncen



 Hai, @Poscinta! Demi kesetiaanku pada proyek setiap tahunmu, dan rasa cintaku pada kota kelahiranku; Jogja. Maka kupersembahkan barang sebait-dua bait tentang salah satu pusat ekonomi di kota ini. Mungkin aku tak akan menceritakan tentang Beringharjo yang menjadi sasaran wisatawan atau Giwangan yang menjadi pasar induk sayur terbesar. Namun akan kutulis sedikit tentang pasar yang justru jarang dilirik orang.
Pakuncen.



Tentang Pakuncen.
Ya, aku menyebutnya begitu.
Sebuah pasar yang berdiri kokoh sejak beberapa tahun silam itu tak pernah menunjukan kesan sepi. Ratusan motor berderet memenuhi halaman pasar, bahkan ada sebagian yang memenuhi bahu jalan. Jangankan orang-orang, terkadang aku saja heran dimana letak keistimewaan pasar itu dibanding pasar-pasar yang lain yang jelas lebih lengkap dan bagus.

Tapi sekali-dua kali aku kesana dengan teman perempuanku. Mungkin kalian akan berpikir –ini cewek nekat banget sampe pasar pakuncen- yang notabenenya banyak dikunjungi laki-laki.
 Tak masalah. Aku dan teman perempuanku tak pernah mempermasalahkan hal-hal yang justru tidak penting untuk didengar. Tapi barangkali kalian mencoba; telusurilah Jogja. Hidupmu tidak melulu soal Mall dan pasar bergengsi.


Senja telah bergelut dengan semesta. Waktu kian memutar menjadi bayangan hitam di sudut-sudut langit. Tak terkecuali pasar Pakuncen. Aku bersama teman perempuanku masuk dengan sedikit ragu. Saling bertatapan, memastikan akan segera masuk.

Satu langkah, dua langkah hingga seterusnya kutelusuri. Berbagai teriakan untuk menawarkan barangnya kian menyeruak kedalam telingaku. Pasarnya bersih, jauh dari kesan pusat pejualan barang bekas, walau sesungguhnya memang begitu. Walau banyak anggapan barang yang dijual di pasar ini adalah barang hasil curian, karena pasar klithikan pakuncen berasal dari kata “klithih” yang berarti jalan santai dengan mata awas mencari barang yang sekiranya bias dicuri. Namun aku percaya, tak semuanya berarti seperti itu.

  –Cari apa mbak?- berulang-ulang mungkin adalah sebuah rezeki bagi mereka. Sebuah tanggung jawab besar untuk keluarga mereka. Dan tak jarang kulihat senyum sumringah ketika satu-dua orang mengunjungi lapaknya.

Ketika barang yang dicari tidak ada, maka penjual akan kesana kemari mencarikan barang yang dicari dari lapak satu ke lapak lain. LUAR BIASA! Betapa simbiosis yang saling menguntungkan. Dari situ aku bisa belajar hidup dalam saling membutuhkan. Bekerja sama mencari sesuap nasi sama-sama. Tidak ada unsur saling menjatuhkan. Ah, Jogja memang berhati nyaman :’)

Aku bukan penggila barang elektronik dan segala printilan kendaraan seperti yang dijual-jual ditempat ini. Namun jika suatu saat aku diajak kemari, akan kusambut dengan senang hati. :'))

Berjalan sambil sesekali mencari pelajaran hidup.

Selasa, 01 September 2015

#30HariKotakuBercerita - Tugu Jogja



Pagi ini matahari tampak enggan menyapa semesta, mungkin ia sedang bergelut dengan awan hitam. Maha benar cinta, menyatukan dua hal yang berbeda.
Selamat pagi, september. Selamat pagi kang pos cintaku @lionychan yang bertugas dengan segala jasanya; menghantarkan segala bentuk rasa cintaku pada Jogja. Walau sesungguhnya aku baru mengenalmu semalaman. Besar jasamu; besar upahmu di surga.

JOGJA
Pulang ke kotamu , Ada setangkup haru dalam rindu
 Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat, penuh selaksa makna
Terhanyut aku akan nostalgia , Saat kita sering luangkan waktu
Nikmati bersama 
Suasana jogja
(Yogyakarta, dipopulerkan oleh Kla Project)
 
Photograph by @alannobita

Hai, perkenalkan.
Aku adalah sebuah jiwa yang berdiri kokoh di tengah peradaban dimana orang menyebutnya sebuah kota romantisme Indonesia; Jogja. Berbalur warna putih dihiasi emas di setiap sudutnya dan kerucut emas runcing diatasnya mengisyaratkan elegan dalam kesederhanaanku. Barangkali satu-dua lampu menyoroti tubuhku adalah sinar pada tiap-tiap senyumku.

Mungkin aku tak semegah monas, tak se-elok jam gadang, namun diusiaku yang hampir menginjak tiga abad ini adalah pertanda kesetiaanku pada kota ini. 

Aku tak peduli berkali-kali guncangan yang terus berusaha menggugurkan seluruh kesetiaanku; mengubah golong gilig menjadi kerucut diatasku; bahkan hingga guncangan itu justru merampas nyawa kekasih-kekasihku. Dalam jiwa aku menginginkan untuk tetap  menemani kota ini. Hingga nanti, hingga sepi.

Tapi aku tak bisa berjanji,
Sebab janji itu berat. Aku tak tau akan ada masanya atau tidak aku bertahan disini. Aku tak tau sampai kapan orang-orang itu akan peduli terhadapku. Menjaga dan merawatku, membiarkanku untuk tetap berdiri tegap. Mengingat tak seberapa jasaku untuk mereka. mengingat aku hanyalah jiwa yang diam yang tunduk pada segala perubahan.

Aku tau,
Begitu banyak orang mencintaiku. Merelakan tiap-tiap raga untuk bersanding denganku. Berfoto, kemudian membaginya pada semua orang. Atau mereka yang menjauh dariku, memandang dalam kesendirian dan mengambil gambarku dalam diam. Atau bagi mereka yang membenciku karena aku dikaitkan dengan garis lurus pantai selatan-keraton-merapi yang menjadi penyebab bencana. Tak apa. Setiap orang memiliki cara yang berbeda untuk mencinta. 

Ps:
Kepada @Poscinta
#30Harikotakubercerita