Kamis, 14 Juli 2016

Cappucino Malam Itu



Hai, sudah lama sekali kita tak bersua. Hal yang paling menyenangkan dari pertemuan terakhir kita adalah, CAPPUCINO!

Iya. Malam itu. Kita terduduk berdua. Kita memandang sudut yang sama dan benar adanya bahwa kepalamu penuh dengan berjuta-juta masalah yang mungkin jika bisa, kau akan membenturkan kepalamu ke tembok dan mengiba. 

Aku memesan secangkir cappucino panas, dan satu es cappucino untukmu. Mungkin, akan sedikit mendinginkan kepalamu yang kepalang panas malam itu.

Kamu
Hal yang ingin kupeluk erat malam itu. Sebagaimana pelukmu yang hampir selalu menangkanku. Merubah persepsi-persepsiku tentang cinta. Bahkan selalu dengan mudah membuatku hilang ingatan tentang bagaimana kau pernah sebegitu mencaciku karena sifatku yang selalu menjijikan.

Sekarang, kamu jauh. Tiada lagi tawamu dan tiada lagi secangkir cappucino panas.

Banyak sekali hal yang ingin kuceritakan padamu. Tentang hujan yang menyisakan rindu disetiap tetesannya. Ingin sekali saja, barang satu jam aku bercerita denganmu. Cerita yang bahkan membuatmu menguap berkali-kali karena bosan. Atau, ngobrol, bagaimana bahagiaku ketika aku akan mempunyai ponakan lagi.

Hal yang aku takutkan nanti adalah ketika kamu tak ada lagi waktu untukku.

Dan sekarang, aku mulai diajarkan jarak cara meniti waktu sampai bertemu denganmu. Aku mulai menanak sabar diatas tungku-tungku rindu. Dan kamu tak akan mungkin tau bagaimana rasanya terbangun namun enggan untuk menghubungi, hanya karena takut mengganggu.

Aku tau, rindu yang sebesar-besarnya rindu adalah cinta yang sebenar-benarnya cinta. Dan semoga kita adalah dua pembaca yang dapat menikmati setiap lembarnya tanpa disibukkan dengan menebak-nebak akhir cerita.


-Ve


             

Jumat, 08 Juli 2016

Serpihan ...

Hai, perkenalkan.
Namaku Raya. Dan saat ini, aku adalah perempuan yang paling berbahagia yang pernah ada. Selama ini, aku berpikir bahwa perempuan berbahagia hanya ada di negeri dongeng, selain kisah cinta Cinderella maupun cerita lama Putri Belle. Selebihnya, hanya mitos.

Tapi aku salah, ada sebuah kebahagiaan yang nyata. Aku. Bilamana tak didefinisikan sebuah bahagia jika memiliki kekasih yang selalu bisa membuat perempuannya jatuh cinta berkali-kali tanpa henti? Atau, laki-laki yang mempunyai seribu nyali melebihi kekuatan baja untuk menemui pemilikmu untuk sekedar meminta izin bahwa Ia akan menjadi imam dalam sholatmu nanti?

Sebahagia ini. Dan sekali lagi, aku adalah perempuan terbahagia yang pernah ada melebihi semua cerita dalam negeri dongeng.

Namun …

Tiba-tiba kebahagiaan itu hilang.

Mendadak begitu saja.

Pergi entah kemana.
Seperti terumbu karang yang hancur perlahan diterjang ombak.

Aku pasrah dalam naungan malam. Malam yang merampas kebahagiaanku tiba-tiba. Malam yang menjadi saksi bahwa aku bukanlah satu-satunya perempuan yang pernah ada dalam kehidupannya. Hati yang sempat melupakan pertanyaan ‘seberapa berarti kah dalam kehidupanmu dulu’ kini muncul lagi. Hadir tanpa kuundang.

Dan sekali lagi, aku memang salah. Kebahagiaan adalah fana. Perempuan terbahagia memang hanya ada dalam negeri dongeng.


Kalau memang iya, mengapa harus dusta?

Jumat, 10 Juni 2016

Kehancuran itu ...



            Pagi ini begitu dingin. Sesekali aku membenahi sweater yang melekat pada tubuhku sebelum aku menggantinya dengan snelli. Lorong-lorong rumah sakit yang masih sepi, goresan menghitam pada lantai seperti menandakan ada duka pagi ini. Aku baru memulai kepaniteraanku satu minggu ini dan sudah ada puluhan duka yang tiap detik mengingatkan betapa bersyukur Tuhan masih memberiku nyawa; walaupun entah bagaimana keadaannya.

            Mendadak, Indah menarikku dan mengajakku duduk sejenak. Bersama kedua sahabat yang memang berteman sejak awal kuliah dan sekarang satu kelompok kepaniteraan. Semesta memang memiliki serbu cara membuatku tertawa. 

            “Kina baik-baik aja pagi ini?” celetuk Disa sambil tersenyum. Aku hanya membalas senyumnya sambil mengangguk perlahan.

            “Kamu orang baik Kin, kamu pasti akan mendapatkan yang lebih baik. Pasti itu Kin, janji Allah itu tidak ingkar” ujar Mila yang tiba-tiba membawa nama Tuhan. Entah apa yang mereka pikirkan ketika tiba-tiba seorang Mila yang selama ini tidak mengenal Tuhan mendadak menyebut nama Tuhan.

            “Kamu udah tau kabarnya Yosan?” Indah tiba-tiba berbisik lirik sembari menyuruhku duduk disampingnya. Sepertinya mereka tak paham bawasanya aku tak ingin lagi tau bagaimana keadaannya setelah benar-benar membuatku hancur.

            “Yosan, mantan kamu itu, yang pernah mencintaimu setengah mati lalu dia juga yang membuatmu hancur seorang diri, minggu depan akan menikah”

            “Me…menikah?” kali ini suaraku tercekat keluar nyaris tertahan antara rasa tak percaya yang berbanding lurus dengan perasaan berharap yang terlewat tinggi.

            “Semoga kamu mengerti alasan dia meninggalkanmu dua bulan lalu”

            “alasan apalagi ndah, dis, mil? Setelah dia membuat cerita bersamaku lalu dia pula yang menghancurkan cerita itu sendiri. Entah alasan yang bagaimana lagi sehingga membuat aku yang akan tetap menjadi tokoh antagonis buat hubunganku dulu” 

            Nafasku kian tersengal dan memburu.

            “Denger-denger sih ceweknya hamil duluan, kalo nggak salah udah enam bulan sekarang. Makanya dia buru-buru nikah” Mila yang kebetulan tetangga kompleknya tau betul bagaimana cerita mantan kekasihku itu.

            Disa dan Indah memelukku perlahan. Entah bagaimana rasaku saat itu. Aku tak tahu apa jadinya jika tak ada mereka. Semesta yang mungkin menyaksikan aku menangis sendirian.

Terlalu ngeri.
Ya, aku menutup mataku rapat-rapat tiap bayangan itu muncul kembali dalam ingatanku. Sebulat apapun tekat, sekeras apapun keinginan untuk melupakan kejadian demi kejadian yang bahkan aku sendiri terlalu ngeri untuk membayangkannya. 

Malam ini tepat dua bulan yang lalu kejadian yang terlalu mengerikan itu menimpaku. Ketika tiba-tiba dia datang lagi dalam hubungan kita yang sudah berstatus; tunangan. Ya, genap satu minggu setelah ucapan janjimu di kedua orangtuaku, tujuh hari itu pula aku menatap kau sedang mencium perempuan itu yang menangis.

Perempuan yang mana lagi? Seingatku dia adalah perempuan yang pernah sebegitunya kau caci didepanku karena dia telah meninggalkanmu dulu. Lalu sekarang kalian bersama. Entah kamu yang menghubunginya lebih dulu atau kalian sama-sama saling berhubungan, aku tak tahu. Entah juga seberapa kerasnya kepalamu terbentur hingga lupa bagaimana dulu dia pernah menghancurkan hidupmu.

Aku minta maaf, jika 48 jam setelah melihat hal itu aku lebih banyak memenuhi tempat sampahku dengan lembaran tisu yang basah oleh air mata yang kau buat.

Maaf, aku terlalu besar harap menjadikanmu teman hidupku. Nyatanya aku salah. Aku selama ini salah mengira kau juga mencintaiku dengan benar sama sepertiku.  Maaf juga jika sekalinya menulis tentangmu, adalah tentang kepergian.

 Ah, aku terlalu banyak minta maaf disini. Aku menyadari selama dua bulan itu aku masih saja berharap kepulanganmu, walaupun kamu enggan untuk pulang. Bukankah kamu tau bagaimana aku tanpa kamu?
Sekarang aku sadar, ada nyawa kecil yang tak berdosa yang lebih membutuhkanmu disana.  

Sabtu, 27 Februari 2016

#30HariMenulisSuratCinta - Ibu, aku rindu

Selamat pagi, Ibu! Anak perempuanmu rindu.

Ah, terimakasih semesta telah mengizinkan menemui pagi dimana saya mendengar teriakan Ibu untuk bangun. Maafkan saya yang selama ini lalai, terlalu sibuk mengejar gelar hingga akhirnya sekedar menanyakan kabarpun menjadi hal yang langka. Iya, langka.

Rumah pagi ini selalu menyisakan aroma yang khas. Seperti kebanyakan orang pada umumnya begitu satu jengkal melangkah akan mencium bau obat. Bahkan,orang keluar-masuk berobat dengan segala diagnosis dan prognosis pun sudah menjadi makananku sehari-hari. Rumah yang selalu memiliki alasan untukku berpulang.

Tuhan, entah sudah seberapa banyak nikmat yang Kau beri sementara aku sendiri ingkar. Kau tau dua perempuan yang selalu dan selalu aku rindukan bukan, Tuhan? Iya. Dua perempuan itu adalah semangat terbesarku. Kesabaran yang begitu luas tak terbatas ruang yang selalu membuatku berdecak kagum.  Aku yakin,bahkan doa-doa mereka ada pada setiap tetesan darah di nadiku.

Ah, maaf saya tidak bisa menyembunyikan air mata diatas kerinduan yang teramat rindu ini.

Tuhan, terimakasih telah menciptakan kesempurnaan pada kedua perempuanku. Kau tau aku begitu mengagumi kedua Ibuku. Aku ingin sesempurna mereka, Tuhan. Supaya kelak aku bisa tersenyum melihat gadis kecilku menuliskan hal yang sama. Walaupun aku tau, tak akan ada kata sempurna untuk sosok sepertiku.

Tidak, aku tidak akan menjadi sempurna. Mana ada kata sempurna jika penyakit itu masih saja membuat ginjalku harus bekerja lebih berat, aku bahkan harus selektif memilih obat agar tidak memperparah dari kerewelan gasterku, aku harus sedia obat dimusim-musim seperti ini untuk menangulangi hipersesitivitaku. Tak mengapa, saya selalu percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini, sekecil apapun itu, akan selalu memiliki alasan.

Kedua Ibuku, ya keduanya. Ibu yang melahirkanku dan ibu yang melahirkan kekasihku. Aku tau, benar adanya Tuhan selalu mengirimkan penyembuh-penyembuh luka yang tak pernah kuduga.

Ibu Elfa, Ibu kekasihku. Tuhan pun tau, beliau adalah sebenar-benarnya Ibu. Kesabaran dan kelembutan hatinya adalah cermin betapa Tuhan takakan pernah salah mengirimkan sosok seperti beliau untukku. Ibu, aku rindu. Andaikan Jogja-Manna laksana Jakal-Gejayan ya, Ibu.

 Ibuku yang selalu mengusapku tatkala bangun, mencium keningku seraya berkata "anak Ibu cantik, yang sehat ya nak". Aku tau, betapa hasil laboratorium mengenai urologiku benar-benar membuat hatinya hancur. Sebagai orang yang paham dari etiologi sampai komplikasinya, Ibu selalu mengkhawatirkan keadaanku. Ibu, aku janji. Seberat apapun terapinya nanti, aku takakan membiarkan ginjalku rewel dan berakhir kegagalan. Aku janji, Ibu.

Tuhan sayang, semoga Kau tak akan jenuh mendengar segala permintaan-permintaan saya. Saya percaya Kau begitu menyayangi kedua perempuanku. Kau begitu maha Derma. Tolong jangan hapus kesempurnaan dalam jiwa mereka. Beri yang terbaik diantara mereka, sekecil apapun itu. Hapus segala air mata dan jadikan segala kesedihan diantara mereka sebagai penggugur dosa.

Tuhan, tolong rengkuh tanganku dan peluk kedua Ibuku sebagai terapi dari segala kerinduanku.






Minggu, 21 Februari 2016

#30HariMenulisSuratCinta - Untuk Perempuan Yang Tak Lagi Dalam Pelukan



Semesta, tolong sekali sampaikan sejuta segala permintaan maaf saya untuknya. Untuk perempuan yang tak lagi dalam pelukan. 

Enam batang rokok sudah lenyap dalam hitungan jam. Dua cangkir kopi hitam yang semakin kuseduh semakin pahit; realita hidup yang seberapapun kau berusaha membuatnya manis. Jika semesta berkehendak tetap saja akan menjadi pahit. Mungkin, akan lebih pahit.

Aku kembali menyalakan laptop. Aku tidak bermaksud mengerjakan hal apapun untuk urusan kuliahku. Mengingat semuanya sudah selesai, tinggal menunggu waktuku wisuda. Aku hanya ingin membuka folder-folder lamaku. Sedikit mengingat masa dimana aku belum bersahabat dengan sampoerna dan kenal dengan whiskey.

Perempuan itu …

Tiba-tiba saja wajah ayunya muncul tanpa harus kuperintah. Aku ingat, itu foto di salah satu di photobox di mall yang terkenal di kota perantauanku. Tubuhnya yang ramping dengan kulit kuning yang nyata sekali wajah ‘kejawen’ nya.

Aku menghela nafas sesaat, lalu tersenyum.

Seandainya saja aku tidak bodoh. Mungkin perempuan itu masih akan tetap berada di pelukanku hingga saat ini. Mungkin aku masih menyematkan rambut panjang kecoklatan itu dibalik telinganya. Aku tidak akan kecewa melihat namanya dalam secarik undangan yang sengaja diberikan pada temanku yang juga temannya.

Aku mengingat dua setengah tahun silam. Perempuan tak berdosa itu kutinggalkan begitu saja. Aku heran, terbentur sekeras apa kepalaku ini hingga lupa aku pernah sebegitu memaki-maki dan mengumpat perempuan yang pada akhirnya kukorbankan perasaan perempuan lain demi menyandingnya.

Perempuan itu kuat. Awalnya, dia bertahan dibalik kecenderunganku untuk mendua. Bahkan dia rela melepasku demi berbahagia. Walaupun aku tau, betapa tersiksanya dia setelah kutinggalkan begitu saja.

Namun, pada akhirnya belum genap satu minggu yang lalu. Perempuan yang kupertahankan mati-matian hingga harus kulukai anak orang, pergi. Dia memilih untuk berbahagia bersama lelaki yang jauh lebih mapan dari segi manapun ketimbang aku.

Jujur, semesta. Aku sakit. Aku hancur saat ini. Aku sakit melihat orang yang ku perjuangkan justru menikam. Dan aku lebih hancur, melihat perempuan yang pernah kubuat derai air matanya lalu kini telah berbahagia dengan lelaki yang jauh lebih baik ketimbang aku.

Sekali lagi, tolong semesta. Tolong sampaikan perminta maafku untuknya. Selipkan pula doa berbahagia untuk perempuan yang tampak lebih cantik pada foto preweddingnya. Sampaikan salam pada perempuan yang tak lagi dalam pelukan …
 


Kamis, 18 Februari 2016

#30HariMenulisSuratCinta - Kutulis Surat Lagi



Akhirnya, aku bersua kembali dengan keyboard yang beberapa waktu ini memanggil-manggil minta lagi untuk dicumbui. Baru tersadar, baru satu surat aku buat dalam februari taun ini. Bukan karena aku kehilangan jiwa-jiwa dalam tulisanku, bukan.
 Beberapa waktu lalu aku terlalu sibuk dengan dunia nyata. Mengingat kekasihku yang sempat bedrest dan opname selama semingguan, ujian blok sampai osce yang membuatku tak sempat lagi menulis surat.

Dan surat cinta kali ini masih teruntuk orang yang sama. Pemilik senyum yang nyaris menenggelamkan bola matanya saat tertawa dan selalu membuatku merasa di surga.

Bismillahirohmanirrahim
Salam dan kebahagiaan karena bertemu pemilikku, lelaki yang tulang rusuknya hilang satu.

By the way, aku ngetik ini sambil senyum-senyum lho :’)

Kenalin, aku Alvi. Tapi dari SMA biasa dipanggil Ve, bahkan Phe. Tak apa, kamu pun bebas memanggilku siapa. Alvi, Rizka, Ve, Phe, Adek, Sayang, Cinta, Mama (?) haha canda. Aku kecil, pendek, kucel, tapi kata orang aku memiliki dagu yang panjang dan bentuk wajah yang menyenangkan. Wkwkwk :p

Kita kenal secara sengaja atau kebetulan sih? Kamu orang yang memang selama ini jadi perbincanganku dengan Tuhan atau bahkan orang yang sama sekali tak pernah aku pikirkan?

Aku nulis ini di dini hari loh, tepat bagian aku rindu serindu-rindunya. Di kamar aku, sendirian sambil ngeliatin foto cowok yang baik banget, senyumnya manis lho. Wkwkwk jangan cemburu ya :’))

Jujur, sekarang aku masih tercatat sebagai mahasiswi kedokteran yang masih menjalani skripsi. Aku bukan mahasiswi pinter lho, so far IPK aku naik turun kayak kurs mata uang asing. Bahkan remed dan inhal udah jadi makanan sehari-hari. 

Aku bukan perempuan yang cantik, stylish, fashionable, dan pinter dandan kayak mantan-mantan kamu. Aku bukan perempuan yang selalu bisa kontrol emosi. Aku juga sholatnya masih bolong-bolong dan kadang masih susah punya jiwa yang gampang buat dipimpin.

Kamu kecewa nggak baca yang ini?
Tapi, Inshaallah mulai sekarang aku terus perbaiki diri dan akan ubah semuanya jadi lebih baik karena Allah dan buat kamu.

Pas kamu selesei sholat doain aku lancar skripsian ya, Inshaallah tahun ini aku wisuda. Doain juga biar ntar aku bisa jadi dokter yang bermanfaat buat orang lain sekaligus jadi istri yang baik buat kamu. Sebelum nikah kita taaruf dulu yaa walaupun mungkin sebelumnya kita sempat pacaran. Wkwkwk

Kita ntar nikahnya nyewa gor deket rumah aja kamu mau nggak? Mengingat aku masih tinggal di rumah dinas yang minim lahan untuk berpesta. Atau mau di ballroom hotel nikahnya? Atau mau garden party? Aku gimana kamunya aja sayang.

Ntar pas kita udah nikah dan kita lagi marahan, kamu peluk aku ya? Sebab yang ku tau pelukmu begitu mendamaikan. Nanti pun kalau aku bikin salah dan kecewa, kamu langsung ngomong ke aku ya. Aku nggak mau kamu sedih di belakang aku. Pokoknya, kalau kita ada masalah, kita selesein pake caranya Rasulullah SAW ya.

Nanti juga kalau aku lagi hamil aku bersyukur banget, aku pengennya anak pertama kita itu cowok. Biar kelak bisa lindungin adek-adeknya. Bilang sama Ibumu, jangan khawatir perkara cucu. Mau minta seberapa juga itu perkara yang tak susah. Kita kasih Ibumu dan Ibuku cucu yang pintar dan lucu-lucu. Aku juga berusaha buat nggak rewel, buat nggak ngidam yang aneh-aneh biar nggak nyusahin kamu dan kamu tetap bisa fokus sama kerjaanmu.

Ntar, kita sholat berjamaah ya, selesai sholat aku cium tangan kamu, kamu cium kening aku. Gini aja udah indah banget, gimana ntar di surga ya sayang.

Doain aku biar bisa terus memantaskan diri menjadi orang yang pantas kamu sanding nantinya. Pantas menjadi Ibu bagi anak-anakmu dan pantas jadi menantu buat Ibu kamu. Sejauh ini aku masih belajar banyak buat masak, biar ntar kamu dan anak-anak betah di rumah. Aku juga masih belajar nyuci yang bener, biar kamu dan anak-anak selalu terlihat rapi. Belajar membersihkan dan menata ruangan, biar nanti pas kamu pulang kerja kamu nggak akan tambah capek karena melihat rumah yang kotor dan berantakan. Belajar menjadi dokter yang selalu siap siaga memberi pertolongan pertama saat keluarga kita sakit.

Aku nggak nuntut kamu pinter cari uang, kamu kasih barang-barang mewah dan mahal, ataupun hal-hal lainnya. Karena kewajiban mendampingi dan mendukung segala yang menjadi prioritas dan cita-citamu adalah kewajibanku. Jadi yang wajib ngasih support untuk suksesmu ya aku, kewajiban dukung segala hal yang menjadi tanggung jawabmu ya kewajibanku.

Tapi aku yakin kok kamu itu suami yang pinter agamanya, suami dan juga ayah yang bisa bikin aku dan anak kita selalu bangga punya kamu. Kita syukuri dan terima apa yang Allah takdirkan buat kita ya, ingetin aku kalau aku lupa bersyukur. Tegur aku jika aku memang bersalah. Lalui dari awal kita membuat komitmen sampai maut memisahkan kita. Niatin kita nikah karena Allah biar kita bahagia dunia akhirat.

Sayang, aku udah janji mau ngirim link blog ini kepada orang yang tertuju dalam surat ini.  Allah Always have good plans for us. Don’t Worry.


Perempuanmu, -AV