Aku terenyuh saat pertama menginjakkan kaki di sebuah laboratorium di kampusku. Di atas pintu terpampang gagah tulisan "Lab Anatomi".
Aku melonggo ke dalam. Ada dua ruangan yang masih sangat asing bagiku. Kuinjakkan kaki perlahan-lahan mengindari ribuan semut berukuran besar yang berceceran di lantai. Aku heran, hanya satu laboratorium diantara sekian banyak laboratorium yang terasnya dihinggapi makhluk menyebalkan semacam ini. Tapi fikiranku berusaha menetralkan segala prasangka burukku. Mungkin, banyak semut karena di ruangan ini adalah tempat penyimpanan jenazah.
" Teman-teman, Ini guru kalian, dosen kalian, hormati mereka seperti menghormati dosen yang lain . Jangan dianggap cadaver mayat tak bernyawa yang bisa kalian buat mainan seenaknya. Disini, mereka yang mengajari
kalian anatomi " ... Lalu asdos itu berlalu sambil mempersiapkan peralatan praktikum lainnya.
Dua, Tiga, dan beberapa kali aku masih tidak ada niatan untuk mendekati benda asing tersebut. Baunya sangat tidak menyenangkan. Bau formalin yang menyengat dan memedihkan di mata membuatku semakin enggan berdekatan dengannya. Aku masih agak riskan melihat bagian-bagian vital tubuh yang sebelumnya hanya kulihat melalui gambar. Aku masih agak takut melihat kepala terbelah dua dengan otak yang benar-benar terlihat bentuk aslinya. Pernah sesekali aku menarik salah satu bagian tubuhnya, dan melihat-lihat bagiannya. Beruntung, Tuhan memberi kami semua rasa lupa. Aku masih bisa makan setelahnya dengan tangan yang bekas aku memegang salah satu organ tubuh mayat tersebut, setelah cuci tangan tentunya.
Hingga suatu ketika aku membaca sebuah buku yang membahas Mortui Vivos Docent. Disitulah timbul berbagai rasa penyesalan yang amat dalam. Disitulah aku menyadari Guru besarku telah memberikan semua. Dia adalah pengabdian tanpa kehidupan. Dia adalah sumber ilmu tanpa pamrih. Semua itu bisa terlihat dari Jenazah yang dianggap Mr. X, karena tidak diambil setelah sekian bulan di
kamar jenazah forensik. Karena tidak ada satupun keluarga/kerabat yang mengenalinya. Betapa sakitnya jika tidak seorang pun mengenali kita.
Atau pun jika ada yang kenal, tidak mau mengakui kenal kita. Setelahnya, dia akan berjasa untuk masa depan orang banyak. Dan pengabdiannya kini, pernah ku sia-siakan begitu saja hanya karena keadaan fisiknya. Seharusnya aku berterimakasih. Selama ini, aku yang hidup belajar kepada yang Mati. Tuhan, Aku berdosa ...
Itulah sebab mengapa setiap kali hendak belajar, kita selalu diminta untuk berdoa mendoakan guru besar agar mendapatkan tempat terindah disisi-Nya. Walau bagaimana dan seburuk apapun dia dulu, sekarang dia adalah pahala yang mengantar kita menuntut ilmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar