Menyenangkan
sekali ketika teringat ini adalah tanggal 14 februari. Yes, Just say it
! betapa lelucon Tuhan yang luar biasa sekali. Bahkan aku pun sampai belum
menemukan dimana letak kelucuannya. Ya, 14 februari setahun lalu aku masih
bolak-balik kamar-kasur-galerry untuk sekedar menangisi mantan kekasihku.
Betapa konyol ya? Iya. Boro-boro aku menulis surat, setaun lalu aku sibuk
menjadi stalker bagi perempuan yang berlindung dibalik selimut orang lain;
enggg, maksudku, aku dan mantan kekasihku.
Tapi
siapa mengira guyonan Tuhan kali benar-benar lucu. Setelah setaun lalu aku
terpuruk dalam keadaan yang kuceritakan barusan, lalu hari ini aku sudah
pensiun dari stalker perempuan itu. Aku memilih menulis surat. Dan awesome-nya
lagi, aku tidak akan menulis surat ini untuk mantan kekasih yang (pernah)
menghambur-hamburkan air mataku. Tidak. Bahkan akan kuputuskan pemilik
surat ini adalah kamu; pemilik jarak ratusan kilometer dari tempat tinggalku.
Is
writing a message …
Tak
hanya sekali dua kali aku memandangi kata yang kerap muncul diantara percakapan
kita. Kata-kata itu berjajar tepat dibawah huruf bertuliskan namamu. Barangkali
sehuruf-dua huruf ia adalah isyarat ; seberapapun kamu rindu, seberapapun kamu
menahan.
Seperti
biasa, tak ada hal yang lebih banyak kulakukan sebelum tidur selain hanya
memandangi benda yang menjadi media percakapan kita akhir-akhir ini. Setiap
kali ia berbunyi, selalu ada harapan atas kamu. Itulah sebab mengapa aku
meminta izin untuk menyebutmu sebagai penghantar tidurku, dopamine.
Is
writing a message …
Tersebutlah
definisi lain dari ‘menunggu’. Ia adalah guliran waktu. Bergelut dengan
tajamnya rindu dalam masa menunggu. Menunggu apa? Harapanku terlalu banyak.
Menunggu kehadiranmu walau hanya dalam bentuk pesan sekalipun, menunggu
rengkuhan tanganmu diantara jemariku saat nanti kita berada di satu titik
pertemuan rindu, dan yang jelas adalah menunggu pinanganmu. Betapa aku selalu
membayangkan sebuah pantulan bayanganku dicermin dengan memakai gaun kebaya
pengantin seperti impianku. Ah, sejauh itukah rasanya berharap dalam sebuah
penantian?
Is
writing a message …
Lama
sudah aku memandangi layar ponsel tuaku. Detak jam yang terdengar kian riuh tak
peduli dengan pengharapan ‘is writing a message’ akan berubah menjadi kehadiranmu
yang menjelma dengan huruf kecil terangkai kata. Tapi ini benar-benar lama. tak
hanya sekali-dua kali kututup aplikasi pesan sampai ku restart-pun rasanya
percuma. Hingga aku tersadar apa yang kuharapkan tak sesuai dengan kenyataan.
Ah, ternyata benar. Kepalsuan harapan tidak hanya datang dari lelaki pemain
cinta saja, tapi dari yang lain-lain. Termasuk ia, pemilik nama ‘is writing
a message’.
Sudah
kubilang, cara ampuh yang biasa kulakukan untuk membiaskan rindu adalah dengan
cara terlelap sampai keesokan harinya. Dalam lelapku aku selalu memohon atas
kehadiranmu di berbagai kemungkinan. Walaupun rindu itu tidak hilang,
tapi setidaknya akan berkurang. Hingga saat aku terbangun benar-benar
pengharapanku tersampaikan. Kamu benar-benar hadir. Seperti biasa, waktu
tertera dini hari. Setelahnya aku menyesal. Jadi, aku meninggalkanmu semalam
dalam keadaan kehadiranmu terperangkap sinyal?
Tak
hanya sekali-dua kali kejadian demi kejadian yang sama ini terjadi. Lalu,
dengan cara apalagi untukku menebus segala kesalahan yang sama? Ah, aku hilang
akal selain minta maaf dan terus menerus meminta maaf sama sepertimu meminta
maaf saat terlambat membalas seperti yang sudah-sudah?
Apa
nanti aku tidak akan terlihat bodoh didepanmu?
Is
writing a message …
Mulai
hari ini mungkin aku tidak berjanji bisa membalas dengan cepat. Tapi aku
berjanji akan menunggu sampai tulisan ‘is writing a message’ benar-benar
berganti menjadi kehadiranmu. Karena seberapapun aku paham, hadirmu adalah
tentang bagaimana untukku bersabar.
Is
writing a message ...
Terimakasih
telah menjadi penghantar bagi lelaki yang telah membuatku nyaman. membuatku
menyandarkan berbagai pengharapan dan namanya menjadi pengisi bagi kekosongan
dalam percakapanku dengan Tuhan.
Untukmu, yang kerap kusebut dopamine-ku
Padamu,
aku menaruh segala hati. Sebutlah aku, perempuan yang gemar menyembunyikan
segala rasa sayang dibalik semua rasa diam. Jangankan mengungkap rindu sedang
menatap matamu pun aku rasanya tak mampu. Tapi tuntutan penulisan surat Just
say it kali ini membuatku harus benar-benar membuka semua yang ada;
Menerima kenyataan bahwa aku memang terlanjur sayang.
Aku
mencintaimu,
Dan
aku rindu yang sebenar-benarnya rindu
:')
Tertanda
;
perempuan
yang mencintaimu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar