Sabtu, 14 Februari 2015

#30HariMenulisSuratCinta – Is writing a message ...


Menyenangkan sekali ketika teringat ini adalah tanggal 14 februari. Yes, Just say it ! betapa lelucon Tuhan yang luar biasa sekali. Bahkan aku pun sampai belum menemukan dimana letak kelucuannya. Ya, 14 februari setahun lalu aku masih bolak-balik kamar-kasur-galerry untuk sekedar menangisi mantan kekasihku. Betapa konyol ya? Iya. Boro-boro aku menulis surat, setaun lalu aku sibuk menjadi stalker bagi perempuan yang berlindung dibalik selimut orang lain; enggg, maksudku, aku dan mantan kekasihku
 
Tapi siapa mengira guyonan Tuhan kali benar-benar lucu. Setelah setaun lalu aku terpuruk dalam keadaan yang kuceritakan barusan, lalu hari ini aku sudah pensiun dari stalker perempuan itu. Aku memilih menulis surat. Dan awesome-nya lagi, aku tidak akan menulis surat ini untuk mantan kekasih yang (pernah) menghambur-hamburkan air mataku. Tidak.  Bahkan akan kuputuskan pemilik surat ini adalah kamu; pemilik jarak ratusan kilometer dari tempat tinggalku.  

Is writing a message …

Tak hanya sekali dua kali aku memandangi kata yang kerap muncul diantara percakapan kita. Kata-kata itu berjajar tepat dibawah huruf bertuliskan namamu. Barangkali sehuruf-dua huruf ia adalah isyarat ; seberapapun kamu rindu, seberapapun kamu menahan.
Seperti biasa, tak ada hal yang lebih banyak kulakukan sebelum tidur selain hanya memandangi benda yang menjadi media percakapan kita akhir-akhir ini. Setiap kali ia berbunyi, selalu ada harapan atas kamu. Itulah sebab mengapa aku meminta izin untuk menyebutmu sebagai penghantar tidurku, dopamine.

Is writing a message …
Tersebutlah definisi lain dari ‘menunggu’. Ia adalah guliran waktu. Bergelut dengan tajamnya rindu dalam masa menunggu. Menunggu apa? Harapanku terlalu banyak. Menunggu kehadiranmu walau hanya dalam bentuk pesan sekalipun, menunggu rengkuhan tanganmu diantara jemariku saat nanti kita berada di satu titik pertemuan rindu, dan yang jelas adalah menunggu pinanganmu. Betapa aku selalu membayangkan sebuah pantulan bayanganku dicermin dengan memakai gaun kebaya pengantin seperti impianku. Ah, sejauh itukah rasanya berharap dalam sebuah penantian?

Is writing a message …

Lama sudah aku memandangi layar ponsel tuaku. Detak jam yang terdengar kian riuh tak peduli dengan pengharapan ‘is writing a message’ akan berubah menjadi kehadiranmu yang menjelma dengan huruf kecil terangkai kata. Tapi ini benar-benar lama. tak hanya sekali-dua kali kututup aplikasi pesan sampai ku restart-pun rasanya percuma. Hingga aku tersadar apa yang kuharapkan tak sesuai dengan kenyataan. Ah, ternyata benar. Kepalsuan harapan tidak hanya datang dari lelaki pemain cinta saja, tapi dari yang lain-lain. Termasuk ia, pemilik nama ‘is writing a message’.

Sudah kubilang, cara ampuh yang biasa kulakukan untuk membiaskan rindu adalah dengan cara terlelap sampai keesokan harinya. Dalam lelapku aku selalu memohon atas kehadiranmu di berbagai kemungkinan.  Walaupun rindu itu tidak hilang, tapi setidaknya akan berkurang. Hingga saat aku terbangun benar-benar pengharapanku tersampaikan. Kamu benar-benar hadir.  Seperti biasa, waktu tertera dini hari. Setelahnya aku menyesal. Jadi, aku meninggalkanmu semalam dalam keadaan kehadiranmu terperangkap sinyal?

Tak hanya sekali-dua kali kejadian demi kejadian yang sama ini terjadi. Lalu, dengan cara apalagi untukku menebus segala kesalahan yang sama? Ah, aku hilang akal selain minta maaf dan terus menerus meminta maaf sama sepertimu meminta maaf saat terlambat membalas seperti yang sudah-sudah?
Apa nanti aku tidak akan terlihat bodoh didepanmu? 

Is writing a message …
Mulai hari ini mungkin aku tidak berjanji bisa membalas dengan cepat. Tapi aku berjanji akan menunggu sampai tulisan ‘is writing a message’ benar-benar berganti menjadi kehadiranmu. Karena seberapapun aku paham, hadirmu adalah tentang bagaimana untukku bersabar. 

Is writing a message ...
Terimakasih telah menjadi penghantar bagi lelaki yang telah membuatku nyaman. membuatku menyandarkan berbagai pengharapan dan namanya menjadi pengisi bagi kekosongan dalam percakapanku dengan Tuhan. 

Untukmu, yang kerap kusebut dopamine-ku
Padamu, aku menaruh segala hati. Sebutlah aku, perempuan yang gemar menyembunyikan segala rasa sayang dibalik semua rasa diam. Jangankan mengungkap rindu sedang menatap matamu pun aku rasanya tak mampu. Tapi tuntutan penulisan surat Just say it kali ini membuatku harus benar-benar membuka semua yang ada; Menerima kenyataan bahwa aku memang terlanjur sayang.


Aku mencintaimu,
Dan aku rindu yang sebenar-benarnya rindu 
:') 

Tertanda ;
perempuan yang mencintaimu



Tidak ada komentar:

Posting Komentar