‘Hai,
!’ sapamu pada suatu ketika kau telah benar-benar pergi dan aku-pun tak
mengharapkan kehadiranmu kembali. Aku hanya membiarkan pesan singkat itu lalu
berpura-pura tak peduli. Apa yang kulakukan seolah tak ada satupun yang
terjadi.
Tapi
sial ! Tanganku tak kuasa untuk sekedar menahan membaca lalu membalasnya.
‘Iya?’
Tiga
huruf satu tanda baca yang kuingat saat itu. Sialnya lagi, untuk kedua kali
tanganku tak kuasa menahan untuk tidak menekan tombol ‘send’.
Argh
! Kau membalasnya lagi. Betapa tidak kuharapkan namamu menjadi penghias dari percakapan line-ku malam itu.
Dari
situ hingga pada akhirnya percakapan terlarang itu tercipta kembali.
Emm,
maaf. Aku menyebutnya percakapan terlarang. You
know why I call it-lah. Kamu adalah satu dari sekian lelaki yang pernah
memberiku pelajaran, sekaligus menyadarkanku. Bahwa aku memang pernah bodoh !
Malam
itu, entah malam apa namanya aku lupa. Yang jelas adalah malam dimana otakku
ingin sekali kembali pada masa-masa tiga tahun lalu dimana pertama kali aku
mengenal namamu, dan membenamkannya dalam amigdala sampai detik aku menulis
surat cinta ini. Haha, hebat ya aku bisa mengingat namamu selama tiga tahun
sementara yang ku tau keyword materi kuliah kemarin saja aku bisa lupa.
Hebatnya
lagi, kau bisa menjadi alasanku menggilai hujan dan malam. Bahkan sesaat-sebelum-status-bbm-mu-berganti-menjadi-nama-perempuanmu.
Ah,
kuingat betul saat aku baru saja putus dengan mantan kekasihku. Lalu, perlahan
kau mendekatiku. Sederhana sekali. Follow di berbagai social media, hingga sekian
kali dating terakhir ditemani malam dan hujan. Terimakasih, aku pernah
menjadikannya bagian special dalam hidupku.
Menyedihkan
sekali waktu aku tau pada suatu malam tiba-tiba kulihat fotomu bersama perempuan.
Dia cantik. Ah, walaupun untuk urusan badan aku tak kalah cantik tapi
setidaknya dia pernah mendengar kamu memanggilnya cantik. Kamu tau? Hal semacam
itu tak akan membuatku menghapus namamu dari kontakku.
Kamu
pasti akan menganggapku buta. Tidak. Hal mana-kah yang kamu anggap aku tidak
tau? Nama perempuanmu? Aku tau, dia berinisial double-I. Asalnya? Padang. Dia
dua tahun diatas angkatanmu. Dia punya lesung pipi dan berkacamata. Dia adalah
pemilik sifat bawel.
Apalagi?
Kau akan ngetes apalagi? Bahkan alasan ketidak-sengajaanmu memilihnya menjadi
pemilik hatimu saja aku masih ingat. Kau
pasti tidak menyangka sebegitu handalnya aku menjadi stalker.
Asal
kamu tau, semenjak perempuan itu kau putuskan menjadi teman hidupmu,
stalking adalah rutinitas wajibku dari bangun tidur hingga beranjak tidur
kembali.
Sakit?
Ah apa itu sakit? Ditinggalkan begitu saja setelah dibuat sebegitu jatuh cinta?
Oh, tidak. Luka-luka dari mantan kekasihku masih ada. Maaf kalau aku pikir kamu
datang untuk menyembuhkan luka. Aku hanya tidak menyangka kehadiranmu hanya
untuk sekedar menabur garam diatas luka.
Kamu
hadir kembali ?
Kamu
kemana saja selama ini? Setelah tiba-tiba kamu menghilang dan datang kembali
dalam segala ketidakberdayaanku atas pengakuan “Bukan Cuma kamu yang udah jatuh cinta, aku juga”.
What
the hell is going on? Haruskah aku mempercayai sama dengan alasanmu memilih
perempuanmu saat itu adalah ketidaksengajaan?
-aku tidak sengaja jadian sama dia -you, 2013
Haruskah
aku mengulang kebodohan yang sama?
Tapi
maaf, lelaki yang (pernah) sebegitunya aku sayang. Dopamine-ku saat ini adalah benar-benar
penawar dari segala sakitku. Maaf juga aku telah memilihnya tanpa memikirkanmu. toh, yang ku tau kamu sudah tidak peduli lagi bukan? Anggap saja malam dan hujan tak pernah lagi ada. Mereka
hanya pencitraan bahwa ‘kita’ memang benar-benar pernah ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar