Senin, 02 Februari 2015

#30HariMenulisSuratCinta - Surat Dari Rantau



Ayah, ini dari aku. 

Perempuan yang kau cinta dan akan tetap menjadi putri kecilmu yang manja
                
 Sore yang panas. Entah jogja sekarang sedang menunjukkan ke-labil-annya. Siang panas malam hujan. Membingungkan!
                
 Sama sepertiku sudah tak tau lagi mesti mengirim surat ini kepada siapa selain kepadamu. Walaupun aku tau, kau juga tak akan membacanya. Tapi setidaknya, sekalipun tak kau baca, masih ada orang lain yang tau maksudku.

Bagaimana kabarmu, Ayah?
                
 Ah kuharap kau sehat-sehat sama seperti suara lantangmu di telepon yang kerap kali memastikan padaku kau baik-baik saja tak kurang suatu apapun.

Ayah,
               
 Tadi kakak sudah presentasi dua penugasan sekaligus. Satu tugas blok ini terselesaikan. Lega? Pasti. Entah bagaimanapun hasilnya nanti. Tapi, Ayah pernah berkata bahwa hasil tak akan menghianati sebuah usaha, bukan ?

Haha, semoga. 

Ayah,             

Hari ini entah mengapa Kakak rindu sekali pada tiap-tiap senyummu. Padahal baru kemarin Kakak pergi lagi ke perantauan. Alasan satu, mengejar masa depan. Memang lah ya, rumah benar-benar satu-satunya tempat ternyaman untuk berpulang ;((
Ayah, Kakak pengen cerita

       Tadi malam Kakak melihat seorang anak perempuan kecil menangis nakal sambil memukul-mukul Ayah yang menggendongnya. Tak banyak yang laki-laki separuh baya itu lakukan selain terus menggendong dan menenangkannya. Lalu memberikan apapun yang diminta gadis kecil itu. Termasuk ketika gadis kecil itu memintanya menjadi kuda-kudaan di sebuah supermarket.

Ah,
Tiba-tiba saja aku teringat sosokmu, Ayah.
Waktu kecil bukankah aku pernah sebegitu nakalnya?


     Yang kuingat aku pernah melemparkan sepatuku hanya gara-gara aku tak mau minum obat. Dan masih ingatkah apa yang kau lakukan?

     Ah, usia-usia sepertimu memang sudah tak sepantasnya untuk ditanyai tentang rekaman memori yang lampau ya, :) 

                Tak hanya kau mengambilkan sepatu merahku pada saat itu, tapi juga berlutut memakaikan kembali di kaki kecilku dengan sabar. 

Lalu kau memintaku untuk minum obat lagi …

               Masih kuingat betul saat aku menengguk obat yang (( ARGH PAHIT BUKAN MAIN !! )) lalu menyemburkan kembali didepanmu. 

                Kau hanya menyuapkanku segelas air putih lalu mengelap sisa-sisa obat dengan tisu. Setelahnya, aku tertawa. Dan kau terus membujukku untuk meminumnya kembali.

He-he begitu perjuangan yang bagimu tak ada apa-apanya ya, Ayah. Tapi untuk kali ini benar-benar membekas penuh …

Hmmm…Ayah,
Sudah dulu ya surat cinta untukmu. Rasanya tak sanggup aku meneruskannya. Tak lucu pula keyboard tuaku basah oleh air mata. Keingat hal sekecil ini saja sudah membuatku lumayan bercucuran mbrebes mili …

Salam sayang, buat Ayah
Dari gadis kecilmu yang selau merengek meminta ini-itu 
padamu ... 

               
               
               


2 komentar: