Sebelumnya,
aku ingin sekali meminta maaf kepada bosse @poscinta untukku kemarin tidak menulis
surat cinta. Ketahuilah bosse, mood bergejolakku hanya akan membuat suratku
tampak buruk dan akan lebih buruk.
Tapi
baiklah, aku tidak akan berjanji tapi akan berusaha terus menulis surat apapun
yang sedang terjadi padaku, perubahan mood sekalipun :’))
Dear
Aksara Hati …
Masihkah
kamu menuangkan segala peristiwa dalam tulisan-tulisanmu? Kamu masih semangat
untuk menulis? Masih dong, barusan saja aku mempir ke aksara hati. Hebat sekali !
Sama,
aku masih suka menulis. meski aku sempat lama tidak menulis lagi. engg…bagaimana
aku bisa menulis jika inspirasi yang menjadi jiwa dari tulisanku sudah
benar-benar pergi?
Hingga pada akhirnya aku menemukan inspirasi
terbesarku yang lain lagi. Mmmm, aku menyebutnya dopamine. Mungkin karena aku
menganggap dia adalah neurotrasmitter terbesarku. Tapi, tenang. Aku belum akan
menceritakannya sekarang. Mungkin di lain waktu.
Hai
Aksara Hati,
Rasanya
lama sekali aku tak berada didepanmu. Beradu dalam pikiran. Bertukar sajak-sajak
yang akan kita tuliskan. Menulis, dan membawa tiap-tiap inpirasi ke dalam jiwa
tulisan. Kamu, dan huruf-huruf dalam tulisanku.
Ah,
Aksara Hati
Kamu
apa kabar? Bagaimana dengan tugas-tugas praktikummu? Lalu, kapan ada waktu
untuk kita kembali mengulang masa kecil barang 60 menit saja. Tak inginkah kamu
mengulang tentang bagaimana kita menulis bersama. Segala ide kita tuang dalam dua
wadah yang berbeda. Sepenggal ceritaku, dan kamu.
Mmmm,
Aksara Hati,
Rasanya
cepat sekali ya tulisan-tulisan fiktif masa kecil berganti dengan huruf-huruf
yang bertema membentuk kata c-i-n-t-a.
Kita
udah dewasa! Padahal rasanya baru
kemaren saat buku-buku kumpulan cerita kita tercetak rapih dalam sampul biru
dan orange. Ah, mungkin aku lupa dengan judul buku pertama kita. Tapi
sepertinya aku masih belum lupa dengan segala isinya.
Bolehkah
aku menuang sedikit cerita tentang kita dulu? Barangkali sekedar penawar rindu
saja. Aku janji, setelahnya aku akan menutup segala kekonyolan masa lalumu,
aku.
Aduh,
aku bingung harus memulai dari mana. Karena aku pun bingung rasanya kapan aku
mengenalmu. Setauku, kamu adalah pemilik rambut kuncir dua disebelahku waktu
itu. Ya, jelas saja aku tau. Aku menemukannya dalam album tua yang sisinya
telah tertutup debu.
Setelahnya,
aku menemukanmu dalam setiap lembaran majalah bobo. Hehe, kamu belum lupa kan
dengan majalah kebangsaan kita? Bobo. Majalah yang begitu legendaris. Aku saja
sampai tak sanggup menghitung berapa banyak uang yang dikeluarkan untukku
berlengganan setiap minggu. Dari harga enam ribu sampai diatas sepuluh ribu.
Bukankah kau juga mengalami revolusi harga itu? :’))
Ah,
tidak hanya itu. Dan kamu harus tau bahwa kamu adalah satu-satunya saksi
bahagia saat buku hasil tulisanku tercetak rapi dalam sampul orange. Dan bukumu
dalam sampul biru. Lalu, kita tak bosannya membaca di penghujung waktu. Hingga
sebelum maghrib tiba.
Tapi
sepertinya, Aksara Hati …
Semua
yang aku tuliskan itu sudah pergi. Sudah benar-benar tertutup debu termakan
usia. Bagaimana tidak? Saat aku membaca tulisan-tulisanmu sekarang, lalu
membaca tulisanku sendiri, semua sudah benar-benar berbeda. Bahkan, tulisan-pun
mengalami fase kedewasaan . Dimana, tokoh-tokoh kartun yang menjadi bahan
tulisan kita dulu? Apa semuanya sudah benar-benar tergantikan oleh tokoh yang
lain?
Aksara
Hati,
Selepas
ujian hari ini aku mengunjungimu kembali. Lalu, kapan kau akan membawaku ke
tempat-tempat yang ada dalam jiwamu? Tak inginkah kau barang sehari saja
berpeluk dengan kata fatamorgana?
Untuk ;
Pemilikmu, Aksara Hati
Mutiara Ayu M.H
---
Kembali membaca surat yang begitu membuatku takjub :)
BalasHapus