Minggu, 29 Juni 2014

Mas, Baca ?

ini sudah menit kesekian setelah pesan terakhir itu kubiarkan begitu saja seiring dengan secangkir kopi yang semakin mendingin. dua-duanya sama sekali tak tersentuh olehku. percuma. semuanya sudah pasti dingin dan hambar. sama seperti kehadiranmu akhir-akhir ini.

Cara berakhirnya hubungan kita yang tak berstatus itu, enggg tepatnya bukan hubungan lagi membuatku sudah lebih dari sekedar kata kecewa. bagaimana tidak? coba normalkan pikiranmu. kau pergi begitu saja setelah aku benar-benar menaruh harapan besar padamu.

Coba tanyakan pada taman lampion malam itu, mungkin dia bisa menceritakan segala rekaman pada pertemuan pertama kita.  kita duduk di tepi danau pinggiran monumen dengan setiap alunan akustik yang menemani setiap percakapan kita. dan harusnya kau tau alasanku tak pernah mengunjungi tempat itu lagi setelah sekian waktu tak kudengar kabarmu.

Harusnya kau mengerti mengapa sejauh ini aku selalu berusaha menghindarimu. bukan hanya karena waktu yang telah mengubah statusmu dengan wanita lain. coba kamu ingat pada hujan malam itu. coba putar waktumu pada sepiring donuts yang menemani malam terakhir pertemuan kita. coba kamu ingat rintikan hujan dan sandaranku pada bahumu menemanimu membawa mobil kearah kenangan lama. 

Dan coba kau ingat bagaimana percakapan itu berakhir. 

sudah kau ingat? posisikan dirimu berada di aku. lalu, bagaimana rasanya? 

Jika aku benar-benar menghindarimu, hanya semata aku tidak ingin perasaanku ini terlalu lama menggantung kepada orang yang bahkan sama sekali tidak pernah memiliki niat untuk bersamaku. Aku tidak ingin air mata ini banyak keluar untuk orang yang tidak tepat.

Lalu bukan untuk sekali kau datang kepadaku. sudah berulang kali kukatakan kepadamu. aku bukan sephia-mu yang kerap kali kau datangi disaat hubunganmu dengan kekasihmu sedang tidak baik-baik saja. Aku bukan sephia yang kau hubungi disaat kau merasa sepi, lalu kau pergi begitu apa yang kau inginkan hadir kembali. 

---





Tidak ada komentar:

Posting Komentar