Cinta
membuatku sebegitu lumpuh, bahkan sampai kehilangan titik normalku. Persetan
dengan segala kata cinta dan lelaki yang kini berada di depanku persis, kekasih
orang.
Ini sudah
menit ke lima belas dan waktu kesekian aku terjebak dalam diam. Aku menyeruput
secangkir teh manis kesukaanku. Pandanganku masih melekat erat pada lelaki yang
ada didepanku. Namun tak kulihat pandangannya membalas pandanganku. Matanya tertuju
pada ponsel yang digenggamnya. Aku sudah tidak tau lagi apa yang dikerjakannya.
“kamu
kenapa diam? Kamu tak bosan membiarkanku terus membisu. Padahal kita berada pada
lingkup yang sama, bahkan meja yang sama.” Ujarku memberanikan diri membuka
pembicaraan. Suaraku begitu tercekat, memaksaku untuk mengeluarkan kata yang
sudah seharusnya kukatakan.
Lelaki
itu hanya sedikit mengalihkan pandangannya. Dia menatapku. Tatapan kesekian
kali yang membuatku jatuh cinta. Membuatku
lupa aku mencintai sosok yang tak seharusnya kusandarkan perasaan ini. Suara
yang kuharapkan tak kunjung keluar dari bibirnya. Bibir yang pernah sebegitu
kukagumi dari awal pertemuanku. Bibir yang selalu menemaniku dalam perjalanan
Jogja-Solo. Semuanya begitu berubah.
Setahun
yang lalu Tuhan mempertemukanku dengan sosok yang sekarang ada didepanku. Namanya,
Adi. Aku sempat menaruh hati padanya setelah aku dihianati sahabatku sendiri. Ya,
sebelum aku mengenal Adi aku sempat dekat dengan lelaki yang satu almamater
denganku, namanya Reno.
Reno
menghilang tiba-tiba setelah terakhir kulihat dia mengganti display picturenya
dengan gambar seorang perempuan. Lima bulan setelah sepeninggalan Reno,
tiba-tiba sahabatku bercerita bawasanya dia menjalin hubungan dengan Reno. Mungkin
bisa kamu rasakan seberapa sakitnya, seorang yang merebut kebahagiaanku itu
adalah sahabatku sendiri ...
---
Lalu
aku jatuh cinta pada kakak kelasku, Adi. Dan kopi daratku kali ini bukan hal
yang pertama kalinya kami lakukan. Aku dengannya sudah berulang kali keluar
untuk sekedar refreshing, dan semakin mendekatkan diri tentunya. Sejauh ini,
dia tak pernah memintaku untuk menjadikan kekasihnya.
Bukan
karena aku yang meminta. Dari sekian perhatian yang ditujukan padaku, membuatku
berulang-ulang merasa bahwa dia mungkin memiliki perasaan yang sama. Aku ini
wanita, dan aku juga sudah dewasa, kamu pun bahkan bisa memahami jika seseorang
menaruh perhatian lebih, itu artinya apa.
Aku
semakin memandangi lelaki yang tak ada satu meter dari pandanganku. Semua sudah
jauh berbeda. Aku sudah tak seleluasa dulu menikmati pemandangan didepanku. Hatiku
mengganjal. Lalu aku tersadar, lelaki yang tengah kupandangi itu adalah orang
yang sama yang sedang menjadi pengharapan seorang wanita yang beberapa waktu
lalu menjadi sasaran stalkingku.
Multi-stalkku
waktu itu telah mengubah semuanya. Selain mengubah dua cangkir teh panas yang
mendingin pada meja yang bersamaan, dia juga mengubah rasa dan caraku
memeluknya dari belakang. Harus berapa kali kukatakan kepadamu, aku harus
menanggung rasa sakit untuk yang keberapa kali?
Dan seberapa sakit lagi saat aku mengetahui
orang yang namanya selalu aku sebut dalam setiap sepertiga sholat malamku itu
tiada hak untukku ?
Maaf
dari Tuhan untuknya melaluiku membuatku semakin susah membuat jarak dengannya. Bagaimana
tidak? Aku selalu memaafkannya bahkan saat mengetahui alasannya tak
menjadikanku kekasih. Ya, wanita itu. Aku bahkan tak bisa membencinya.
Rasaku
sudah sebegitu dalam untuknya. Sebegitu caranya menjadikanku kekasih yang lain
untuknya. Aku bahkan sudah gelap mata, gelap hati, bahkan sampai lupa rasanya
aku ini hanya kekasihnya yang lain. Kutegaskan sekali lagi,
hanya-kekasihnya-yang-lain. Kekasih selama Adi terpaut jarak oleh wanita
pengharapannya.
Jogja
Harus
pula kuceritakan padamu bagaimana aku kuat menghadapi jeritan hati saat aku
kembali pulang ke kotaku? Ya, masih dengan tokoh yang sama. Adi.
Adi
bahkan tak pernah menghubungiku tatkala berada di Jogja. Ya, dia sibuk dengan
wanitanya. Hati ini selalu saja memaafkannya. Hal seperti ini bukan untuk
pertama kalinya dilakukannya padaku. Aku hanya dianggap ada saat dia terpisah
jarak oleh wanitanya. Dan saat seperti ini? Aku ditinggalnya begitu saja. Aku sudah
selalu terbiasa dengan keadaan seperti ini.
Dan
Solo malam ini membuatku harus menahan tangis didepannya. Aku benci saat
seperti ini. Tangis yang tertahan hanya akan membuat dadaku ini semakin sesak. Ciumannya
yang selalu membuatku percaya dia adalah jawaban dari doaku itu terlintas lagi
dari sawar-sawar otakku. Bayangan dua bibir yang saling bersentuhan dan setiap
kata sayang yang keluar lembut itu membuatku harus menghela nafas dalam-dalam. Selain
menangis, hanya itu yang bisa kulakukan.
Tuhan
meyakinkanku, aku hanyalah kekasih gelap dari lelaki yang amat kucintai itu.
Tuhan semakin memperjelas, aku hanyalah sephia-nya ...
Cinta
memang tak selamanya manis. Tapi aku tak pernah menyangka cinta akan sepahit
ini
Ditulis lewat tengah malam oleh pihak ketiga
Salah satu tokoh yang tak disebutkan namanya disitu
yang pernah menjadi bagian dari kesakitan tokoh "Aku"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar