Senin, 09 Juni 2014

Waktu Aku Sama Kamu



Bayang-bayang ini makin terlihat jelas

Matamu, dan separuh dari kejiwaanku

Mas, kamu pernah menjadi yang istimewa

Rena, salam hangat dari kota romantisme Indonesia

Aku tidak akan menceritakan bagaimana perkenalanku denganmu, Reno. Itu terlalu luas, dan terlalu rumit. Hanya beberapa hal yang samar-samar aku tulis. Tentu kamu masih ingat bukan, bagaimana permulaan chat di bbm itu tercipta ?

Terekam jelas dipikiranku malam itu. Minggu malam menjelang senin. Bisa kusebut, minggu setengah senin. Kau lupa bagaimana percakapan itu dimulai ? ya, semenjak percakapan bbm itu diakhiri dengan kata 
“Rena, boleh aku menelfonmu?”

Entah beberapa kali kita bercakap lewat telepon. Aku begitu mudah menaruh rasa itu. Setelah berulangkali chat bbm mu yang berhasil membawa hati ini tentunya. Ah aku sangat mudah jatuh cinta pada orang sepertimu. Sangat indah dan menyenangkan. Reno, andai saja kamu tau. 

Jika Tuhan memberiku kesempatan untuk mengulang waktu, aku akan lebih memilih untuk tidak akan pernah memiliki rasa itu. 

Dua bulan berlalu, Ren …

Dua bulan setelah perkenalan itu, lantas kau memintaku untuk menjadi kekasihmu. Dan lagi-lagi, semua percakapan itu hanya terdengar lewat telepon. Sesekali, kudengar suara mama memasuki kamarku, memastikan putrinya sudah tidur. Dan suara yang beliau dengar hanyalah bayang-bayang. Tapi tidak Ren, itu bukan bayang-bayang. Itu nyata. Itu suara kita sedang beradu dalam telepon. Suaramu menyatakan cinta dengan segenap hatimu, suaramu memintaku menjadi kekasihmu. 

Satu bulan setelah kejadian menyenangkan itu berlalu. Satu bulan di hari jadi hubungan kita. Segala sesuatunya, kita masih hanya menjadi bayang-bayang. Kamu masih bersama duniamu, dan aku masih bersama teror mantan kekasihku yang mengembalikan seluruh barang-barangnya dariku. Bukankah pernah kuceritakan padamu, Ren ???. 

Ya, sekalipun kita hanya sebuah bayang-bayang, tapi aku mencintaimu utuh, waktu itu. Aku merasa cinta itu nyata. Aku bahkan mencintai seseorang yang tak pernah aku liat wajahnya sekalipun. 

Aku tidak akan membahas bagaimana pertemuan pertama kita. Bukankah kau juga pernah merasakannya Ren ? suasana Empire XXI pada film incidious sore itu begitu nyata. Masih terasa pula hawa moviebox yang didalamnya kita umpat karena tidak ada stopkontak sama sekali. Aku tidak akan membahas pula bagaimana kecupan dikening di parkiran stasiun itu tergambar nyata. Tidak. Cukup. 

Waktu kian berjalan seperti hubungan kita. Kamu masih ingat, pengakuanmu yang membuatku harus menangis sesegukan malam itu? Ya. Kamu menceritakan hal yang sejujurnya pernah kamu lakukan. Kamu menceritakan masa lalumu. Kamu memutuskan Jingga, kekasihmu sebelum aku. Kamu mengakhiri semuanya hanya karena semata-mata untuk menjadikan aku kekasihmu yang lain. Betapa tidak sakitnya dia, Reno. Aku bisa merasakannya. Terpampang jelas dipikiranku. Jingga itu perempuan. Dia mencintaimu,

dan kamu meninggalkannya untuk orang yang kamu suka? Aku ?

Secara tidak langsung aku telah menyakiti dia. Bagaimana tidak? Seandainya aku tau dari awal. Aku tidak mungkin akan meneruskan. Mungkin disini kamu benar-benar menjadi antagonis. 


Tuhan bahkan tidak pernah mengajarimu untuk menjadi bajingan, Reno …




 untukmu bayangan senja;
dan setiap reseptor saraf yang membantuku menekan keyboard
tangan yang selalu bersua
dalam setiap hurufnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar