Bayang-bayang ini makin terlihat jelas
Matamu, dan separuh dari kejiwaanku
Mas, kamu pernah menjadi yang istimewa
Rena, salam hangat dari kota romantisme
Indonesia
Aku tidak akan
menceritakan bagaimana perkenalanku denganmu, Reno. Itu terlalu luas,
dan terlalu rumit. Hanya beberapa hal yang samar-samar aku tulis.
Tentu kamu masih ingat bukan, bagaimana permulaan chat di bbm itu
tercipta ?
Terekam jelas dipikiranku malam itu.
Minggu malam menjelang senin. Bisa kusebut, minggu setengah senin.
Kau lupa bagaimana percakapan itu dimulai ? ya, semenjak percakapan
bbm itu diakhiri dengan kata
“Rena, boleh aku menelfonmu?”
Entah beberapa kali kita bercakap
lewat telepon. Aku begitu mudah menaruh rasa itu. Setelah
berulangkali chat bbm mu yang berhasil membawa hati ini tentunya. Ah
aku sangat mudah jatuh cinta pada orang sepertimu. Sangat indah dan
menyenangkan. Reno, andai saja kamu tau.
Jika Tuhan memberiku kesempatan untuk
mengulang waktu, aku akan lebih memilih untuk tidak akan pernah
memiliki rasa itu.
Dua bulan berlalu, Ren …
Dua bulan setelah perkenalan itu,
lantas kau memintaku untuk menjadi kekasihmu. Dan lagi-lagi, semua
percakapan itu hanya terdengar lewat telepon. Sesekali, kudengar
suara mama memasuki kamarku, memastikan putrinya sudah tidur. Dan
suara yang beliau dengar hanyalah bayang-bayang. Tapi tidak Ren, itu
bukan bayang-bayang. Itu nyata. Itu suara kita sedang beradu dalam
telepon. Suaramu menyatakan cinta dengan segenap hatimu, suaramu
memintaku menjadi kekasihmu.
Satu bulan setelah kejadian
menyenangkan itu berlalu. Satu bulan di hari jadi hubungan kita.
Segala sesuatunya, kita masih hanya menjadi bayang-bayang. Kamu
masih bersama duniamu, dan aku masih bersama teror mantan kekasihku
yang mengembalikan seluruh barang-barangnya dariku. Bukankah pernah
kuceritakan padamu, Ren ???.
Ya, sekalipun kita hanya sebuah
bayang-bayang, tapi aku mencintaimu utuh, waktu itu. Aku merasa cinta
itu nyata. Aku bahkan mencintai seseorang yang tak pernah aku liat
wajahnya sekalipun.
Aku tidak akan membahas bagaimana
pertemuan pertama kita. Bukankah kau juga pernah merasakannya Ren ?
suasana Empire XXI pada film incidious sore itu begitu nyata. Masih
terasa pula hawa moviebox yang didalamnya kita umpat karena tidak ada
stopkontak sama sekali. Aku tidak akan membahas pula bagaimana
kecupan dikening di parkiran stasiun itu tergambar nyata. Tidak.
Cukup.
Waktu kian berjalan seperti hubungan
kita. Kamu masih ingat, pengakuanmu yang membuatku harus menangis
sesegukan malam itu? Ya. Kamu menceritakan hal yang sejujurnya pernah
kamu lakukan. Kamu menceritakan masa lalumu. Kamu memutuskan Jingga,
kekasihmu sebelum aku. Kamu mengakhiri semuanya hanya karena
semata-mata untuk menjadikan aku kekasihmu yang lain. Betapa tidak
sakitnya dia, Reno. Aku bisa merasakannya. Terpampang jelas
dipikiranku. Jingga itu perempuan. Dia mencintaimu,
dan kamu meninggalkannya untuk orang
yang kamu suka? Aku ?
Secara tidak langsung aku telah
menyakiti dia. Bagaimana tidak? Seandainya aku tau dari awal. Aku
tidak mungkin akan meneruskan. Mungkin disini kamu benar-benar
menjadi antagonis.
Tuhan bahkan tidak pernah mengajarimu
untuk menjadi bajingan, Reno …
untukmu bayangan senja;
dan setiap reseptor saraf yang membantuku menekan keyboard
tangan yang selalu bersua
dalam setiap hurufnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar